Covenant Protestant Reformed Church
Bookmark and Share

Surat Luther untuk Kepentingan Sekolah Kristen

Mr. Brian Dykstra, guru di Hope PR, Sekolah Kristen

 

Bagian (I)

Kita baru menyimpulkan perhatian kita akan “Surat Terbuka” dari Martin Luther. Luther berhadapan dengan cakupan topik yang luas dalam surat yang panjang ini. Hanya bagian kecil dari hal itu yang berkenaan dengan pendidikan akan remaja dan anak muda di gereja. Karya Luther selanjutnya yang kita akan bahas secara eksklusif berhubungan dengan sekolah-sekolah Kristen. Luther menuliskan ”Surat kepada Walikota dan Dewan Tua-Tua di seluruh Kota di Jerman untuk Kepentingan Sekolah-Sekolah Kristen” tahun 1524, hanya 7 tahun setelah dimulainya Reformasi. Luther melihat pentingnya mengkritik sekolah-sekolah Kristen yang didirikan dari jemaat Allah sebagaimana Allah memberikan kepada mereka suatu hidup yang baru dalam Reformasi.

Seperti yang anda akan lihat dari kutipan di bawah, Luther menuliskan dengan kuat. Ketika dia percaya posisinya didukung oleh Kitab Suci, Luther menyatakan kasusnya dengan istilah yang kuat. Luther melihat pentingnya pendidikan Kristen bagi anak-anak dari kerajaan Allah. Dia juga begitu menyadari bahwa dia datang untuk mencekal nafsu Iblis untuk mempertahankan kerajaannya di atas bumi ini.

Kutipan-kutipan berikut ini datang dari buku Franklin V. N. Painter, Luther on Education, yang dipublikasikan oleh The Lutheran Publication Society tahun1889. Dua bab terakhir adalah terjemahan dari dua karya Luther yang penting mengenai pendidikan, suratnya kepada walikota Jerman dan karya Luther ”Kotbah mengenai Tugas mengirimkan Anak-Anak ke Sekolah.”

Dalam permulaan dari suratnya kepada para walikota, Luther menunjukan bagaimana universitas di Jerman tidak menentu, karena cahaya Firman Allah begitu kurang dalam menjelaskan kebenaran alkitabiah. Lalu, dia juga gusar dengan perilaku para orangtua Kristen terhadap pendidikan.

Universitas menjadi lemah, biara-biara merosot, dan sebagaimana Yesaya berkata: ” Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, apabila TUHAN menghembusnya dengan nafas-Nya. Sesungguhnyalah bangsa itu seperti rumput (Yes. 40:7), melalui Injil. Melalui karya Allah, sifat lembaga-lembaga ini menjadi tidak memperlihatkan kekristenan dan hidup dalam keduniawian. Dan karena para orangtua yang egois di mana mereka tidak memasukan anak-anak mereka ke biara dan katedral yang baik, mereka menolak mendidik mereka. ”Mengapa kita harus mendidik anak-anak kita,” kata mereka, ”jika mereka tidak mendukung menjadi pendeta, biarawan, dan biarawati?”
Kesalehan dan kepentingan diri yang dangkal menyasarkan orang-orang semacam orang yang cukup dengan pengakuannya sendiri. Sebab jika mereka mengusahakan sesuatu lebih dari kesejahterahan sementara dari anak-anak mereka di dalam biara dan kependetaan, jika mereka benar-benar menjamin keselamatan dan berkat dari anak-anak mereka, mereka tidak akan kehilangan minat dalam pendidikan dan mengatakan, ”jika jabatan imamat dibatalkan, kita tidak akan mengirimkan anak-anak kita ke sekolah.” tetapi mereka akn mengatakan sikap ini: ”jika hal itu benar, seperti yang diajarkan Injil, bahwa panggilan semacam itu berbahaya bagi anak-anak kita, ajarkan kita cara yang lain di mana mereka boleh memperkenankan Allah dan benar-benar menjadi berkat; karena kita ingin menyediakan bukan hanya tubuh anak-anak kami, tetapi juga jiwa mereka.” Itulah kata-kata dari orangtua Kristen yang beriman.

Selanjutnya Luther menyampaikan apa yang dia amati dari pekerjaan Iblis dalam pendidikan anak-anak Kristen. Luther mengenali kelicikan Iblis sebagai taktik setan yang mengubah pengenalan fakta di mana pertempuran rohani dalam pendidikan telah diubahkan.

Tidaklah mengejutkan bahwa setan mencampurbaurkan urusan dan pengaruh hati yang merayap untuk mengabaikan anak-anak dan remaja negeri. Siapakah yang dapat menyalahkan dia akan hal ini? Dia adalah pangeran dan ilah dari dunia ini, dan dengan ketidaksenangan yang sangat ingin Injil dihancurkan dengan tindakan jahatnya, kebiarawanan dan keimamatan, di mana dia begitu merusak kaum remaja, pekerjaan akal-batinnya khususnya adalah membelokan. Bagaimana dia dapat setuju dengan pelatihan yang benar dari kaum remaja? Sesungguhnya dia bodoh, jika dia mengizinkan hal semacam itu ada dalam kerajaannya, maka ia setuju dengan penggulingan akan hal itu: di mana hal itu tentu akan terjadi, jika kaum muda tidak lari dari rencana jahat itu dengan membawa mereka untuk melayani Allah.
Karenanya dia bertindak dengan liciknya saat kaum Kristen sedang dididik dan membawa anak-anak mereka ke dalam jalan Kristen. Sebanyak remaja yang ada di negeri itu yang akan menghindari dia, dan tersiksa oleh luka yang tak tersembuhkan atas kerajaannya, dia bekerja untuk menyebarkan jaringnya, mendirikan semacam biara, sekolah, dan ordo, di mana hal itu tidak memungkinkan bagi seorang anak untuk lolos dari dia tanpa campur tangan Allah yang ajaib. Tetapi kini dia memandang dengan jeratnya yang dibentangkan melalui Firman Allah, dia membuat jalur yang berlawanan, dan menghalangi orang-orang dari segala pendidikan apa pun ... sebab luka apa pun dari perbuatannya itu harus datang dari masa muda, yang dibawa ke dalam pengenalan akan Allah, menyebarluaskan kebenaran dan mengarahkan anak yang lainnya.

Iblis telah tertarik dengan pendidikan sejak Kejadian 3 ketika dia “mendidik” Hawa mengenai alasan yang ”sebenarnya” mengapa Allah melarang dia dan Adam untuk makan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Ketika persenjataan Iblis dibongkar oleh kaum saleh, Iblis tidak akan menyelinap dengan tas rancangannya yang terselip di lengannya dan bersembunyi di sudut ruangan. Dia akan mencoba taktik yang baru. Pendidikan di setiap tingkat di masyarakat barat didenominasi oleh sifat yang fasik. Adakah tempat yang tersisa bagi Allah di dalam pemerintahan apa pun yang mengatur sekolah? Lagipula, dengan efektif, Iblis menggunakan hasil-hasil perfilman Hollywood untuk mendidik masyarakat kita dalam kurikulumnya. Iblis ingin untuk mengarahkan kita juga.

Setelah menulis mengenai betapa warga negara Jerman menyisihkan sejumlah besar dana untuk melindungi diri mereka melawan ancaman orang Turki yang dapat kita lihat, Luther meminta supaya dana itu tidak dihabiskan untuk peperangan yang sia-sia, melainkan juga untuk musuh rohani yang tidak dapat kita lihat.

Karena itu saya memohon kepada anda semua, dalam nama Allah dan kaum remaja kita yang terabaikan, janganlah memandang ringan hal ini, sebagaimana mereka yang belum memahami maksud dari pangeran dunia ini. Karena instruksi yang benar bagi kaum muda adalah persoalan di mana Kristus dan semua dunia diutamakan. Yang dengannya kita semua tertolong. Dan memikirkan semangat Kristen yang agung dibutuhkan untuk mengalahkan heningnya, rahasia, dan cara kerja yang terampil dari setan. Jika kita harus menghabiskan begitu besar dana bagi pembangunan persenjataan, jalan, jembatan, waduk, dan semacamnya setiap tahun, supaya kota tersebut memiliki kenyamanan dan kedamaian yang sementara, kenapa kita tidak seharusnya menerapkan kepada kaum muda yang miskin dan terlantar tersebut supaya kita boleh memiliki beberapa orang ahli yang terampil untuk mengajar?

Maka Luther mengalihkan untuk memberikan 3 alasan “yang seharusnya menggerakkan setiap warga negara, dengan rasa syukur yang mengabdi kepada Allah, untuk bersumbangsih pada bagian dari alat-Nya untuk mendukung sekolah-sekolah…” Pada mulanya, Luther menyatakan bahwa uang telah menjadi tersedia sejak bangsa Jerman tidak lagi tunduk pada “pemerasan dan perampokan” dari Gereja Roma Katolik, maka kini mereka dapat berjuang “melawan setan, musuh manusia yang paling terampil dan berbahaya” dengan mendirikan sekolah-sekolah mereka sendiri. Lalu Luther menandakan bahwa Allah telah menyediakan orang-orang yang “dapat menjadi pelayan agung sebagai guru-guru,” sehingga mereka lebih baik tidak kehilangan kesempatan ini. Luther memperingatkan,

Jika kita melewatkan masa yang anugerah ini tanpa rasa syukur dan kemajuan, hal itu ditakutkan bahwa kita masih akan mengalami kerugian yang lebih buruk dalam kegelapan dan tekanan. Saudara-saudariku yang terkasih, belilah selama pasar itu ada di depan pintu; kumpulkanlah hasil panen selama matahari bersinar dan cuaca normal: gunakanlah anugerah dan Firman Allah ketika kesempatan itu dekat. Ketahuilah, bahwa Firman dan anugerah Allah seperti hujan yang berlalu, di mana hal itu tidak akan kembali seperti sedia kala. Pernah perkenanan Ilahi ada pada kaum Yahudi, namun kini hal itu telah pergi. Paulus membawa Injil ke Yunani; tetapi kini mereka telah dikuasai oleh orang Turki (negara beragama Islam). Roma dan Itali pernah menikmati berkatnya; namun kini mereka memiliki Paus. Dan rakyat Jerman tidak seharusnya berpikir bahwa mereka akan selalu memiliki berkat itu; sebab tidak bersyukur dan pengabaian akan menghabisi berkat itu. Karena itu rebutlah itu dan cepat tahanlah, siapa pun dapat; tangan yang malas hanya akan memiliki tahun-tahun yang buruk.

Akhirnya, Luther menegaskan alasan tertinggi dari semuanya adalah untuk mendirikan sekolah-sekolah Kristen, “yakni, perintah Allah, di mana melalui Musa yang sering didesak dan diperintahkan pada para orangtua yang mengajar anak-anak mereka ...” Dia menyimpulkan bagian ini:

Pastilah dosa dan rasa malu yang kita harus tumbuhkan dan munculkan pada tugas pendidikan anak-anak kita dan memikirkan daya tarik yang tertinggi, di mana sifat inti akan hal itu sendiri seharusnya menggerakkan kita demikian, dan contoh dari orang kafir tersebut membuat kita mengubah instruksi tersebut... dalam penilaian saya, tidak ada perlawanan dari pihak luar di mana pada pandangan Allah itu menjadi membebani dunia, dan memperlakukan siksaan yang berat semacam itu, ketimbang mengabaikan untuk mendidik anak-anak.

Kiranya teguran dan peringatan Luther ini memacu kita untuk mempertahankan sekolah-sekolah Kristen kita, warisan yang memberkati dari Reformasi.


Bagian (II)

Pada bagian pertama, kita membahas pengamatan Luther mengenai kondisi biara dan sekolah di Jerman sejak permulaan Reformasi. Juga, di mengenali pertempuran rohani dengan Iblis yang mengambil alih dalam pendidikan. Akhirnya, Luther mendorong pembangunan sekolah-sekolah Kristen yang baik ketika rakyat Jerman diberkati dengan adanya kesempatan.

Dalam bagian selanjutnya dari surat ini, Luther membahas persoalan akan mengapa dia menuliskannya kepada para walikota dan tua-tua di kota-kota di Jerman, ketika Kitab Suci dengan jelas mengatakan supaya para orangtua mendidik anak-anak mereka. Luther, mengantisipasi protes ini dari pihak berwenang sipil, menuliskan, ”Jika segala hal itu ditujukan kepada para orangtua seperti yang kamu katakan; apakah yang akan menjadi perhatian dari anggota dewan dan para walikota? Benarlah hal itu; namun bagaimana jika para orangtua mengabaikannya? Siapakah yang akan menanggapi hal itu? Akankah kita membiarkannya, dan menyiksa anak-anak yang terabaikan? Bagaimana para walikota dan dewan akan mengampuni diri mereka, dan membuktikan bahwa tugas semacam itu bukanlah bagian dari tugas mereka?”

Setelah memohonkan pemerintah sipil untuk melangkah dalam persoalan untuk mendidik anak-anak, Luther mengenali 3 penyebab pengabaian orangtua yang Luther ketahui sebagai kewajiban mereka.

Pada sebab pertama, terdapat beberapa orang yang begitu kurang dalam kesalehan dan sikap adil yang mereka tidak akan lakukannya sekalipun mereka mampu, tetapi seperti burung unta, melawan diri mereka sendiri yang melawan sumber air mereka sendiri, dan tidak mengerjakan apa pun bagi mereka. Namun anak-anak ini harus tinggal di antara kita dan bersama kita. Yang terpenting, bagaimana belas kasihan orang Kristen dapat bernalar akan penderitaan mereka untuk tumbuh dalam karakter yang tidak berbudaya, dan menginfeksi anak-anak lain, hingga seluruh kota dihancurkan, seperti Sodom dan Gomora, dan beberapa kota-kota lainnya?
Sebab kedua, kebanyakan para orangtua tidak memenuhi syarat untuk hal tersebut, dan tidak memahami bagaimana anak-anak seharusnya dibawa dan diajari. Karena mereka tidak mempelajari apa pun melainkan untuk menyediakan keinginan-keinginan badaniah mereka; dan supaya mengajar dan melatih anak-anak secara menyeluruh, suatu kelas terpisah dibutuhkan.
Sebab ketiga, meskipun para orangtua memenuhi syarat dan menghendaki mengerjakan dari diri mereka sendiri, tetapi karena pekerjaan dan tugas-tugas rumah tangga itu mereka tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya, maka keharusan ini membutuhkan kita untuk memiliki guru-guru bagi sekolah publik [”publik” mengacu kepada sekolah-sekolah yang terbuka untuk semua anak, bukan hanya memilih beberapa], kecuali tiap orangtua menyewa pengajar privat. Namun hal itu akan terlalu mahal bagi orang yang berpenghasilan biasa, dan banyak anak laki yang cemerlang menjadi terabaikan karena keluarganya miskin.

Banyak hal yang berubah di dunia sejak 1524, ketika Luther menuliskan surat ini. Saat ini pemerintahan sipil membuat pendidikan yang bermandatkan anak-anak karena penguasa sipil memiliki ketertarikan dalam masyarakat yang terdidik untuk mengurangi kebutuhan pemerintah yakni menyingkirkan biaya-biaya yang mungkin. Baiklah, kita dapat berharap pada jenis tanggung jawab fiskal ini oleh pemerintah kita sesungguhnya.

Marilah kita memikirkan 3 sebab Luther karena mengabaikan pendidikan tersebut.

Pertama, akankah Luther mampu untuk membuat perubahan di mana terdapat beberapa orang di antara kita yang tidak akan menyediakan suatu pendidikan bagi anak-anak mereka meskipun mereka mampu? Dalam denominasi kita, hampir semua orang akan setuju bahwa beberapa pendidikan itu penting untuk membuat jalan kita dalam masyarakat tersebut. Perdebatannya kini berpusat pada berapa banyak pendidikan yang dibutuhkan anak-anak kita dan pelajaran apa yang mereka butuhkan. Pendapat-pendapat dapat meluas, secara legitimat, pada poin-poin ini. Akibatnya sekolah-sekolah kita menyediakan program-program yang berbeda dan kelas-kelas bagi kebutuhan murid-murid kita yang berbeda. Hal ini benar, khususnya bagi murid-murid kita yang lebih dewasa.

Sebab kedua Luther bagi orangtua yang mengabaikan pendidikan anak-anak mereka adalah bahwa banyak para orangtua yang tidak memenuhi syarat untuk tugas ini. Di permulaan abad 16, para orangtua tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan seperti yang kita dapatkan sekarang. Bagaimana dan apa yang diajarkan adalah ide-ide asing bagi mereka. Mereka tidak memiliki pengalaman pribadi di dalam lingkungan akademis. Mereka tidak dapat hanya mengacu pada ingatan-ingatan mereka akan bagaimana pengajar-pengajar mereka yang paling baik melakukan hal-hal tersebut. Selanjutnya, pembacaan itu juga bukanlah suatu bagian dari dunia mereka. Buku-buku itu mahal, juga bersifat terlarang, dan kebanyakan berbahasa Latin, tidak cocok bagi orang biasa. Gereja Roma bertindak jauh untuk menciutkan semangat orang awam untuk memiliki Alkitab mereka sendiri, mengharuskan orang-orang untuk tunduk di kaki rohaniwan yang akan menangani sebagian dari kehidupan mereka itu. Tidaklah mengherankan, Luther dapat menyebutkan para orangtua itu tidaklah memenuhi syarat untuk tugas mendidik anak-anak mereka.

Saat ini, para orangtua semakin terdidik. Hampir semua dari antara kita memiliki pendidikan dari sekolah yang tinggi, dan makin banyak hal itu terdapat di dalam sekolah-sekolah Kristen kita sendiri. Buku-buku telah ada sebagai bagian dari kehidupan kita, di banyak kasus sejak masa kecil kita. Dalam perawatan Allah yang beranugerah bagi gereja-Nya, Dia telah menyediakan kita dengan terjemahan Alkitab yang setia, Versi King James [Alkitab berbahasa Inggris], yang kebanyakan hal ini didasarkan dari karya mereka yang mempertaruhkan hidup mereka secara harfiah untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa umum. Bahkan anak-anak kita yang terkecil terbiasa dengan Firman Allah. Memiliki terjemahan Alkitab yang dapat diandalkan dalam rumah kita sendiri kini sering menjadi terbiasa untuk menerima hal itu sehingga kita gagal untuk membawa rasa syukur yang tepat bagi Allah. Kita memiliki banyak keuntungan yang lebih memenuhi syarat daripada orangtua yang ada pada masa Luther untuk mendidik anak-anak kita.

Bagaimanapun, masyarakat kita begitu berbeda dari masyarakat Luther, dan hal ini terus berubah secara cepat. Perkembangan dalam tahapan pendidikan kita, para orangtua tidak cukup untuk menjangkau kecanggihan yang besar dalam pengetahuan yang tersedia sekarang. Di dalam sekitar tahun 1940 dan 1950, pendidikan kelas 8 cukup untuk bersaing dalam pasar pekerjaan. Pelatihan yang tetap atau pelatihan kembali bukanlah bagian dari kehidupan pekerja kebanyakan. Tempat kerja adalah suatu entitas yang menyeluruh sekarang. Berapa banyak pekerjaan saat ini cocok dengan masanya di sekitar 25 atau 50 tahun yang lalu? Kini masyarakat memperlukan seperangkat keterampilan dan layanan yang sepenuhnya baru . Bahkan peralatan dan materiel yang kita gunakan di dalam tempat kerja begitu berbeda dari masa kakek-nenek kita. Pasar pekerjaan menjadi lebih terspesialisasi pula. Hal ini cukup menantang untuk tetap membarui pengetahuan kita dalam karier kita sendiri, tetaplah mengamati tren, material dan metode pendidikan.

Penyebab ketiga Luther akan pengabaian orangtua akan pendidikan anak-anak mereka adalah para orangtua tidak memiliki waktu yang khusus. Hal ini akan memerlukan waktu, dan banyak hal akan hal itu, untuk memenuhi syarat seseorang untuk mengajar seluruh bidang dari kurikulum yang ada. Betapa banyak dari kita secara jujur dapat mengatakan dia itu memenuhi syarat untuk mengajar segala sesuatu, khususnya bidang matematika dan berbagai ilmu pengetahuan? Seberapa yakin orangtua menguasai aljabar dan ilmu pengetahuan dari sekolah menengah, khususnya jika bidang studi semacam ini bukanlah kekuatan akademis dalam masa remaja? Bagaimana dengan penguasaan kalkulus sekolah tinggi, fisika, kimia, dan biologi tingkat mahir? Mencoba untuk mempelajari materi semacam itu dan menyiapkan pelajaran, segala hal itu merupakan tanggung jawab yang diberikan Allah secara regular di tempat kerja, gereja, rumah tangga dan keluarga. Berapa jam yang harus dihabiskan dalam sehari? Luther mengungkapkan kebutuhan untuk menyewa guru-guru yang terlatih dengan cara ini:

Di dalam dunia, bahkan di antara orang kafir, kepala sekolah dan para guru telah menemukan keharusan itu supaya suatu bangsa itu maju. Karenanya di dalam Surat Paulus di Galatia terjadi suatu kata dalam penggunaan umum ketika dia mengatakan, ”hukum adalah kepala sekolah kita.”
Karena itu suatu kota harus memiliki orang-orang yang benar-benar terlatih, dan karena kebutuhan, kekurangan, dan kelumpuhan yang begitu besar seperti itu tidaklah ditemukan, kita tidak harus menunggu hingga hal-hal itu tumbuh dari diri mereka; ataupun tidak menunggu supaya mereka dapat mengasah batu atau memotong kayu; atau menunggu kehendak Allah akan mujizat, selama orang-orang itu dapat mencapai tujuan mereka melalui hal-hal yang mereka capai. Karena itu kita harus mengerti hal itu, dan menghindari masalah atau berkorban untuk mendidik dan membentuk kita dari diri kita sendiri. Sebab kesalahan siapa jikalau di kota tersebut hanya memiliki sedikit orang-orang yang terampil kecuali ada penguasa, yang mengizinkan anak muda untuk tumbuh bagaikan pohon di hutan, dan tidak perduli bagaimana mereka diasuh dan diajar? karenanya, pertumbuhan itu akan menjadi begitu tidak teratur jika hutan itu tidak dihiasi dengan kayu untuk tujuan pembangunan, tetapi seperti pagar rumput yang tidak berguna, yang hanya berguna untuk menjadi bahan bakar.

Kita dapat berharap Luther akan setuju dengan tuntutan yang lebih berprogres yang telah dibuat di dalam pendidikan kovenan dalam 485 tahun sejak Luther menuliskan suratnya kepada walikota tersebut. Sekalipun progres itu, kita tetap membutuhkan sekolah-sekolah Kristen yang baik. Sudahkah kita dewasa pada pembahasan ini secara intelektual dan spiritual di mana kita begitu membutuhkan sekolah-sekolah Kristen? Pekerjaan untuk memelihara pendidikan Kristen adalah pekerjaan yang terus-menerus, seperti pekerjaan untuk mempertahankan dan memelihara warisan kebenaran yang diberikan pada denominasi kita melalui Reformasi. Warisan seperti ini adalah natur dari kebenaran Allah. Bukanlah kebenaran yang stagnan, tetapi dinamis. Marilah kita bersyukur, dan memelihara sekolah-sekolah kita ketika anak-anak kita mengarungi kehidupan yang telah diberikan kepada Allah yang setia di dalam dunia yang berubah ini.


Bagian (III)

Pada bagian selanjutnya dalam surat ini, Luther menuliskan mengenai harapan-harapannya mengenai subjek-subjek apa yang akan diajarkan di sekolah yang dia ajukan. Luther merekomendasikan pendidikan liberal arts (pendidikan klasik yang digagas pada masa Yunani sebelum Masehi, pendidikan ini diminati pada abad pertengahan, pada masa Luther – pen.). Luther mengetahui bahwa dengan meyakinkan orang-orang supaya mengajarkan anak-anak mereka bahasa-bahasa sebagai bagian dari pendidikan semacam ini akan kurang laku, maka pada bagian suratnya ini dituliskan panjang lebar, tetapi ketika dia memulai pemahasannya, dia juga membahas hal lain mengenai penatalayanan.

Namun, anda bertanya lagi, jika kita akan dan harus memiliki sekolah tersebut, apa juga harus mengajarkan bahasa Latin, Yunani, Ibrani, dan pelajaran liberal arts yang lain? Tidakkah cukup hanya mengajarkan Kitab Suci, yang penting untuk keselamatan, dalam bahasa ibunya? Jawabannya: Saya tahu, memang! Bahwa kita keturunan Jerman harus selalu tetap orang-orang kasar yang irasional, karena secara layak kita disebut demikian oleh bangsa-bangsa sekeliling kita. Tetapi saya bertanya-tanya mengapa kita juga tidak mengatakan: untuk penggunaan apa saja bahan-bahan asing seperti sutra, minuman anggur, dan rempah-rempah yang sebenarnya tidak kita perlukan sebab bahan-bahan tersebut hanyalah sebagai hiasan dan pernak-pernik, sedangkan kita sendiri memiliki berlimpah minuman anggur, jagung, wol, kain lenan, kayu, batu dalam negara Jerman? Bahasa-bahasa dan mata pelajaran liberal arts, bukan hanya tidak berguna, namun semata-mata hanyalah suatu pernak-pernik, hanya menambah manfaat, dan kehormatan ketimbang hal-hal yang sebenarnya, yang malahan begitu memiskinkan kita, kita tidak ingin untuk membuang-buang waktu dengan hal tersebut. Dengan kalimat tadi, benarkah kita patut disebut orang Jerman yang kasar dan dungu?

Luther juga memperingatkan, “mari kita tetap ingat, bahwa kita tidak akan mempertahankan Injil tanpa bahasa. Bahasa adalah sarung di mana Firman Allah disarungkan.” Luther menjelaskan panggilannya untuk dijalankan dalam bahasa-bahasa:

Namun banyak bapa-bapa gereja, yang kita ketahui … telah mengajar tanpa pengetahuan bahasa. Memang benar. Tetapi kesalahpahaman apa yang sering engkau alami dari penafsiran Kitab Suci? Betapa sering Bapa Agustinus bersalah dalam penafsiran Mazmur dan dalam eksposisi kitab lainnya … tanpa pengenalan kepada bahasa aslinya? Dan kalaupun mereka telah mengajarkan doktrin yang tepat, mereka tidak begitu yakin akan aplikasi yang perlu dari perikop tertentu tersebut ... bagaimana iman dipertahankan dengan alasan-alasan dan pembuktian yang keluar dari konteks yang tidak menentu, tidakkah hal ini terlihat memalukan dan mencemoohkan dari pertentangan sedemikian dengan bahasa Ibrani dan Yunani?

Kita mungkin terkejut untuk mempelajari apa yang mereka akan setuju dengan panggilan Luther. Beberapa penyelidikan menemukan buku teks yang tersedia bagi kelas tiga ke atas dalam bahasa Latin dan Yunani. Saya tidak mampu menemukan materi untuk pengajaran bahasa Ibrani dalam kelas dasar. Cita-cita Luther bagi murid-murid untuk mempelajari Alkitab dan mempu membaca dan mengerti Alkitab dalam bahasa mereka, sekolah-sekolah kita berbagian dengan cita-cita itu. Sekalipun, kita ada dalam posisi yang berbeda, seperti yang dibandingkan dengan santo/a pada masa Luther. Kita memiliki terjemahan yang indah, setia dengan Firman Allah di dalam Versi King James (Alkitab Inggris – pen.). Saya menyadari versi ini tidaklah sempurna, dan para pelayan kita mencerahkan kita dalam khotbah-khotbah mereka mengenai di mana pembetulan-pembetulan yang dapat dibuat, tetapi tentu bukan seperti tuduhan dari kaum penyimpang terhadap kata-kata inggris kuno yang ada pada versi ini. Sebagai perbandingan, jika rumah tanggamu melayani Anda dengan baik, akankah Anda menghancurkan hal itu dan membuat sesuatu yang baru hanya karena Anda mengetahui bahwa ada beberapa keretakan dalam dinding yang kering itu?

Luther melanjutkan menulis dari manfaat akan pendidikan liberal arts pada pemerintah sipil dan dia membarui panggilannya kepada para pemerintah kota untuk mendirikan sekolah-sekolah karena orang umumnya tidak dapat mengerjakannya dan demikian juga dengan para bangsawan dan tuan tanah.

Namun apakah mereka diajar di sekolah-sekolah atau di tempat mana pun oleh guru-guru yang berkualifikasi sepenuhnya, yang mengajarkan bahasa-bahasa, atau mata pelajaran lain, dan sejarah, maka murid-murid akan mendengar sejarah dan maksim-maksim dari dunia, dan mengetahui bagaimana hal-hal itu berkembang dengan setiap kota, kerajaan, pembesarnya baik laki-laki dan perempuan; maka, dalam waktu singkat, mereka akan mampu membandingkan, seperti sebuah kaca, akan karakter, hidup, keputusan kehendak, peralihan kekuasaan, keberhasilan, dan kegagalan, dari seluruh dunia dari permulaan. Dari pengetahuan ini, mereka dapat mengatur pandangan-pandangan mereka, dan memerintahkan arah hidup mereka dalam takut akan Allah, menjadi bijak dalam menilai apa yang dicari dan yang dihindari di dalam kehidupan di luar ini, dan mampu memberikan nasihat dan arahan bagi orang lain. Tetapi latihan yang diberikan di rumah diharapkan membuat kita bijak melalui pengalaman kita sendiri. Sebelum hal itu terjadi, kita akan mati ratusan kali karena segala tindakan kehidupan yang tampaknya benar; sebab hal itu membutuhkan waktu pengalaman yang panjang.

Mendekati akhir dari surat ini, Luther menyebutkan semacam sekolah-sekolah yang dia harapkan untuk didirikan. Seperti yang Anda baca pada kutipan berikut, ingatlah bahwa ketika Luther menuliskan surat ini, dia belum menikah. Proposisinya bahwa semua anak-anak, anak laki-laki maupun perempuan, menghadiri sekolah yang satu/dua jam per hari adalah ide yang radikal saat itu, di mana anak-anak pada tingkat yang lebih rendah jarang menghadiri sekolah. Perhatikan ini menyatakan bahwa Luther memahami pendidikan yang membutuhkan perubahan sebagaimana dunia yang telah berubah ini.

Bagi diri saya, jika saya memiliki anak-anak dan mampu, saya akan mengizinkan mereka tidak hanya belajar bahasa dan sejarah, tetapi juga menyanyi, memainkan alat musk, dan segala pelajaran matematika ... betapa saya menyesal dulunya tidak membaca lebih banyak puisi dan sejarah, dan tidak ada orang yang mengajarkan saya akan bidang-bidang ini.
Dunia telah berubah, dan segala hal telah begitu berbeda. Ideku adalah bahwa setiap anak laki-laki boleh menghabiskan satu atau dua jam sehari di sekolah, dan sisanya dikerjakan di rumah, mempelajari beberapa keterampilan dan melakukan apa pun yang diinginkan, maka mempelajari dan bekerja mungkin dikerjakan secara bersama-sama, ketika anak-anak masih muda dan dapat menghadiri keduanya. Kini mereka menghabiskan sepuluh kali dengan menembak dengan panah lontar, bermain bola, berlari dan jungkir balik.
Dalam sikap seperti ini, seorang gadis memiliki waktu pergi ke sekolah sejam sehari, selain mengerjakan pekerjaan rumahnya; lebih banyak waktu untuk dia tidur, berdansa, dan bermain. Kesulitan nyatanya adalah menemukan dengan sendirinya hasrat sesungguhnya untuk mendidik orang muda, dan menolong dan berguna bagi umat manusia sebagai warga yang berhasil. Setan lebih suka orang yang dungu dan peniru, di mana orang-orang mungkin masuk ke percobaan dan kesedihan yang lebih banyak di dalam dunia.
Namun murid-murid yang cemerlang, yang memberikan harapan untuk menjadi para guru, pengkhotbah dan pekerja yang berprestasi, seharusnya lebih lama berada di sekolah, atau mengkhususkan diri untuk tekun belajar…

Maka Luther telah menyampaikan perkaranya untuk mendirikan sekolah-sekolah, demi mendidik anak-anak pada mata pelajaran liberal arts. Pendidikan Kristen telah mengikuti nasihat Luther selama hampir 500 tahun. Sudahkah dunia begitu berubah di mana pendidikan liberal arts tidak memiliki faedahnya lagi? Saya berpikir sekolah-sekolah dasar dan tinggi yang mendapat bimbingan orangtua dengan kurikulum liberal arts mereka, menyediakan anak-anak kita dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk melayani di dalam gereja dan untuk membuka jalan mereka dalam dunia saat ini. Hari ini pasar pekerjaan sulit menyajikan tantangan untuk lulusan kolese baru dalam denominasi kita. Bagaimanapun, suatu gelar kolese membuka lebih banyak kesempatan bagi mereka, tetapi hanya jika mereka telah mengikuti jalur pendidikan yang memiliki cita-cita tertentu di dalam akal-batin mereka sejak awalnya. Kita butuh untuk memberikan pedoman karier yang lebih kepada kaum muda kita, dan jika kita tidak mengetahui nasihat tertentu apa yang diberikan kepada mereka, setidaknya kita dapat mengarahkan mereka kepada anggota jemaat dari gereja kita yang mengetahui mengenai aspek-aspek yang berbeda dari pasar pekerjaan modern.

Cukup menarik, Luther mengakhiri suratnya dengan panggilan untuk mendirikan perpustakan publik. Buku-buku, dia akan mencakup memberikan lebih banyak wawasan dalam apa yang dia harapkan dapat diajarkan di sekolah.

Pertama, suatu perpustakaan seharusnya berisi Kitab Suci dalam bahasa Latin, Yunani, Ibrani, Jerman, dan bahasa-bahasa lain. Kemudian para penafsir yang terbaik dan ahli dalam bahasa Ibrani, Yunani dan Latin kuno.
Kedua, buku-buku semacam ini berguna dalam mendalami bahasa, seperti puisi-puisi dan orasi-orasi tanpa membedakan apakah hal-hal itu dihasilkan oleh kaum kafir atau Kristen ... karena dari karya-karya semacam ini, tata bahas harus dipelajari.
Ketiga, buku-buku yang membahas segala kesenian dan ilmu pengetahuan.
Terakhir, buku-buku tentang tata hukum dan pengobatan, dalam hal ini pemilahan diperlukan.
Tempat yang menjanjikan itu seharusnya diberikan kronologi dan sejarahnya, dalam bahasa apa pun, hal-hal itu boleh didapatkan; karena secara menakjubkan, bahasa-bahasa itu berguna dalam pemahaman dan pengaturan kepada jalur dunia ini, dan menyingkapkan karya-karya Allah yang menakjubkan.

Luther menutup suratnya dengan suatu panggilan kepada dewan kota untuk menerima nasihatnya mengenai pendidikan. Meskipun kita telah memelajari sepanjang tahun bahwa pendidikan Kristen berjalan paling baik, ketika sekolah-sekolah itu dijalankan oleh orangtua yang saleh secara bersama-sama sebagai suatu komunitas kovenan, kata-kata Luther bagi penguasa sipil memang memicu kita untuk mempertahankan sekolah-sekolah kita.

Karena Allah kini menawarkan dan memberikan pertolongan-Nya secara beranugerah. Jika kita menghiraukannya, kita telah memiliki penghukuman kita bersama orang Israel, di mana Yesaya 65:2 mengatakan: Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tangan-Ku kepada suku bangsa yang memberontak...” dan Amsal 1:24-26: ” Oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, bahkan, kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, maka aku juga akan menertawakan celakamu; aku akan berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke atasmu.” Marilah kita patuh. Pikirkanlah contoh yang diperlihatkan dari semangat yang agung dari Solomo; karena dia begitu giat mempergunakan waktunya pada masa mudanya, di tengah tugas-tugas kerajaannya, untuk menuliskan buku yang disebut Amsal. Dan pikirkan betapa Kristus sendiri menerima anak-anak kecil dalam lengan-Nya! Betapa Ia bersungguh-sungguh memuji mereka di hadapan kita ... supaya Dia boleh menunjukkan betapa agung pelayanan itu, ketika kita melahirkan mereka secara baik: di lain pihak, betapa amarah-Nya menyala, jika kita melarang anak-anak itu, dan membiarkan mereka binasa ...
Dengan ini saya menasihatkan Anda sekalian kapada anugerah Allah. Kiranya Dia melembutkan hati Anda, dan menyulutkan di dalamnya minat mendalam demi orang muda yang miskin, brengsek, dan terabaikan; dan melalui berkat Allah, anda benar-benar membantu dan menolong mereka untuk mencapai kebahagiaan dari tatanan sosial Kristen yang berkaitan baik tubuh dan jiwa, dengan segala kepenuhan dan kekayaan yang berlimpah, untuk memuji dan memuliakan Allah Bapa, melalui Yesus Kristus Juruselamat kita. Amin.

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.