Covenant Protestant Reformed Church
Bookmark and Share

Pergamus: Kediaman Gereja di mana Takhta Iblis Berada

Rev. Angus Stewart

 

(1)

Ada satu ciri khusus dari gereja atau jemaat di Pergamus (Why. 2:12-17) yang menonjol: gereja itu berdiam di kota di mana Iblis menempatkan takhtanya. Hal ini ditonjolkan dengan tiga cara yang berbeda. Satu, dikatakan pertama-tama: “Aku tahu [pekerjaanmu dan] di mana engkau diam, yaitu di sana, di tempat takhta Iblis (Satan)” (ay. 13, tambahan dari KJV). Dua, disebutkan dua kali, yaitu di awal ayat 13 (yang sudah dikutip) dan diakhir ayat tersebut: “Antipas ... yang dibunuh di hadapan kamu, di mana Iblis (Satan) diam.” Tiga, pernyataan-pernyataan ini adalah unik: unik di dalam rangkaian surat kepada ketujuh gereja atau jemaat di dalam Wahyu 2-3, dan unik di dalam seluruh bagian Alkitab lainnya.

Kunci untuk memahami gereja ini adalah geografi fisiknya dalam kaitannya dengan geografi demoniknya (jika boleh dikatakan demikian). Geografi eklesiastis dan Satanik ini signifikan, karena berdiamnya Iblis di dalam kota yang sama dengan keberadaan gereja memiliki pengaruh terhadap kerohanian sidang jemaat.

Jadi, apa yang dikatakan oleh Wahyu 2:13 mengenai kehadiran Iblis di Pergamus? Pertama, Iblis berdiam di sana. Sebagai roh, Iblis tidak membutuhkan sebuah rumah atau dapur atau tempat tidur dan sebagainya. Tetapi ia dikatakan berdiam di Pergamus dalam arti bahwa ketika ia tidak sedang berkeliling (Ayb. 1:7; 2:2; 1Ptr. 5:8), ia hidup dan menetap di sana. Ia hadir di sana secara pribadi lebih daripada di tempat lain mana pun. Sungguh tempat yang luar biasa!

Kedua, Iblis bukan hanya berdiam di sana, tetapi ia bahkan memiliki takhtanya di sana. Secara harfiah, “Satan seat” di dalam KJV adalah “takhta Iblis,” yang menyatakan pemerintahan dan kekuasaannya. Di Pergamus, Iblis memiliki pengaruh dan kuasa yang lebih besar dibandingkan di tempat-tempat lain. Iblis adalah “ilah zaman ini” (2Kor. 4:4, KJV = “ilah dunia ini”) dalam arti sebagian besar warga dunia ini hidup dan mati di dalam ketidakpercayaan, dan dengan demikian melayani dan mengikuti Iblis. Tetapi, Iblis bahkan lebih berkuasa lagi di Pergamus, seperti raja yang memerintah dari takhtanya yang tidak kelihatan.

Anda bisa membayangkan hal-hal apa yang mungkin dilontarkan orang mengenai pernyataan-pernyataan di atas: “Tidak pantas dan sangat menyinggung jika berkata seperti itu! Itu bisa merusak ekonomi Pergamus dengan membuat orang tidak menyukai kota itu! Apa yang ada di dalam pikiran Yohanes ketika mengatakan hal seperti itu? Ia ‘kan seorang rasul! Di mana kasihnya!” Tetapi ini adalah perkataan dari Kitab Suci: “Aku tahu [pekerjaanmu dan] di mana engkau diam, yaitu di sana, di tempat takhta Iblis ... di mana Iblis diam” (Why. 2:13). Ini adalah perkataan dari Yesus Kristus (ay. 12) dan Roh Kudus (ay. 17).

Ketiga, Iblis yang berdiam dan bertakhta di Pergamus dua kali disebut sebagai “Satan” (atau musuh/penentang) di dalam Wahyu 2:13 (KJV). Maksudnya adalah ini: Roh jahat yang merupakan kepala dari semua roh jahat memiliki kehadiran dan kuasa yang lebih nyata di Pergamus, untuk menentang atau melawan kerajaan dan maksud Yesus Kristus di sana dengan lebih keras dibandingkan di keenam jemaat lain di dalam Wahyu 2-3 dan lebih daripada yang biasanya di dalam sejarah gereja Kristen.

Sejumlah orang modern yang sangat memperhatikan ketepatan berbahasa agar tidak membuat pihak-pihak lain tersinggung mungkin menyuarakan keberatan: “Tetapi itu berarti mendemonisasi Pergamus! Bukankah itu bisa menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap orang-orang dan tempat-tempat di kota itu? Tidak! Orang-orang Kristen harus berbuat baik dan berdoa bagi musuh-musuh mereka (Mat. 5:44), bukan mengikuti Iblis (Satan) dengan berbuat jahat terhadap mereka atau merusak harta benda mereka. Dengan menyatakan bahwa Iblis berdiam dan berkuasa di Pergamus, Yesus Kristus sedang menjelaskan tentang asal semua kejahatan yang dihadapi oleh gereja itu. Firman-Nya, “pedang yang tajam dan bermata dua” (Why. 2:12) yang keluar “dari mulut-Nya” (1:16), sangat tajam dalam melawan Iblis dan dosa, dan memanggil semua manusia untuk bertobat!

Jadi, ada apa di Pergamus yang mengindikasikan bahwa Iblis berdiam dan bertakhta di sana, atau bahwa ia menyatakan kehadiran dan kuasanya secara lebih nyata di sana?

Pergamus melayani banyak berhala, seperti Zeus, Dionysius, Atena, dan lain-lainnya. Kota itu memiliki banyak kuil dan altar. Tetapi semua ini tidak menjadikan Pergamus sebagai takhta Iblis, karena semua kota kafir di kerajaan Romawi pada saat itu menyembah berbagai berhala, termasuk kota-kota lain yang disebutkan di dalam Wahyu 2-3.

Yang menjadikan Pergamus khusus dalam hal ini adalah penyembahannya yang begitu menonjol kepada Aesculapius atau Asclepius sebagai juru selamat, penyembuh, dan pemelihara. Asclepius adalah dewa penyembuhan dan kesehatan. Ia memiliki kuil yang mengesankan, yang reruntuhannya bisa dikunjungi di Pergamus pada saat ini. Orang-orang biasanya tidur di dalam kuil itu dengan gagasan bahwa Asclepius akan memberi mereka mimpi yang kemudian akan ditafsirkan oleh para imam dewa itu untuk memberitahukan bagaimana mereka bisa disembuhkan. Mata air di samping kuil dikatakan memiliki khasiat untuk menyembuhkan. Para penyembah dewa ini akan memberikan korban atau meninggalkan persembahan di sana untuk penyembuhan. Bagian-bagian tubuh yang dibuat dari tanah liat untuk mewakili bagian-bagian yang terluka telah ditemukan di dekat kuil Asclepius di Pergamus. Tidak heran jika Pergamus disebut Lourdes dunia kuno.

Ada satu binatang yang secara khusus diasosiasikan dengan Asclepius: ular. Simbol dari Asclepius adalah tongkat yang dililit ular (yang masih digunakan dalam dunia medis saat ini). Pada saat pentahbisan kuil untuk Asclepius, ular-ular akan digiring memasuki bangunan itu. Dan pastinya upacara seperti itu juga terjadi di Pergamus. Untuk menghormati Asclepius, jenis ular tertentu yang tidak berbisa sering digunakan untuk ritual-ritual penyembuhan. Ular-ular ini disebut “ular Asclepian.” Mereka melata dengan bebas di lantai asrama di mana orang yang sakit dan terluka menginap.

Apa analisis Kristen atas semua hal ini? Ini adalah penyembahan kepada Iblis melalui dewa palsu, Asclepius, yang disimbolkan dengan ular. Di dalam Wahyu 12:9, “naga besar itu” atau “Iblis” atau “Satan, yang menyesatkan seluruh dunia” juga disebut “si ular tua.” Ini adalah sebuah rujukan kepada digunakannya ular oleh Iblis di dalam Kejadian 3 untuk mencobai Hawa agar memakan buah dari pohon terlarang. Sementara kematian dan penyakit terjadi melalui digunakannya ular oleh Iblis, para penyembah Asclepius justru meyakini bahwa pemulihan dan pemeliharaan disebabkan oleh ular. Betapa sesatnya! Betapa demonik, betapa Satanik!


(2)

Di dalam News yang sebelumnya, kita telah melihat satu faktor di dalam menjelaskan tentang Pergamus sebagai kota di mana Iblis berdiam dan bertakhta (Why. 2:13), yaitu menonjolnya penyembahan kepada Asclepius yang secara khusus diasosiasikan dengan ular. Faktor kedua adalah bahwa Pergamus adalah pusat penyembahan kepada Kaisar. Kota itu memiliki tiga kuil untuk memuja penguasa Romawi, termasuk satu kuil yang sangat besar untuk Kaisar Augustus yang dibangun pada tahun 29 SM atau 27 SM, yang menjadikan Pergamus sebagai kota pertama di Asia (tenggara Turki) yang mendirikan bangunan untuk itu. Pergamus memberikan gelar-gelar ilahi kepada Augustus bahkan sebelum Senat Roma memutuskan untuk melakukannya.

Mari kita gabungkan dua ciri yang paling menonjol dari penyembahan berhala di Pergamus ini. Apa yang Anda dapatkan? Penyembahan kepada Asclepius adalah penyembahan kepada Iblis dan penyembahan kepada Kaisar adalah penyembahan kepada manusia, manusia yang memerintah atas kerajaan duniawi. Singkat kata, ini adalah penyembahan kepada Antikristus, sebagaimana dinyatakan di dalam Wahyu 13:4: “Dan mereka menyembah naga itu [yaitu Satan], karena ia memberikan kekuasaan kepada binatang itu. Dan mereka menyembah binatang itu [yaitu manusia durhaka].”

Maka, Pergamus adalah tempat yang khusus di mana Iblis berdiam dan berkuasa karena ia disembah secara lebih langsung di sana (Asclepius) dan penguasa yang antikristen (Kaisar) disembah secara khusus di sana. Atau jika dibahasakan secara berbeda, Pergamus adalah tempat berdiam dan bertakhtanya Iblis karena di sana kerajaan antikristen dari si binatang sangat maju untuk masa itu dan lebih banyak ciri dari mahakarya Iblis, yaitu si binatang, yang terlihat di Pergamus daripada di tempat-tempat lain di Asia.

Takhta Iblis di Pergamus, yang didirikan dan termanifestasi di dalam penyembahan kepada Asclepius dan Kaisar, dan menjadi bayang-bayang dari kerajaan si binatang di akhir zaman, dimajukan oleh dua hal utama, dan yang pertama adalah pendidikan. Terdapat sebuah perpustakaan besar di Pergamus, yang memiliki 2.000 karya dan pada masa itu hanya diungguli oleh perpustakaan Aleksandria yang terkenal itu. Pergamus juga terkenal dengan perkamennya. (Bahkan kata perkamen dalam bahasa Inggris – “parchment” – berasal dari kata “Pergamos” ini.) Di kota itu juga ada sebuah universitas.

Jelas Iblis memilih tempat yang baik untuk takhtanya! Literatur dan pembelajaran digunakan untuk memajukan kuasanya. Sama halnya pada hari ini, banyak universitas, pengajar, buku, jurnalisme, dll., menyebarkan ide-ide antikristen yang akan memunculkan kerajaan dunia dan akan memfasilitasi penganiayaan terhadap orang-orang percaya.

Di dalam pemerintahannya dari Pergamus, Iblis bukan hanya menggunakan pendidikan tetapi juga kekuasaan negara. Kota ini adalah pusat pemerintahan Romawi di Asia. Prokonsul Romawi berkedudukan di Efesus, yang ia kunjungi dari waktu ke waktu, tetapi tempat berdiamnya adalah di Pergamus. Negara Romawi menyokong penyembahan kepada Asclepius dan mendorong penyembahan kepada Kaisar. Pemerintah meminggirkan dan menghukum orang-orang yang menolak untuk menghormati Kaisar yang ilahi. Seperti yang dilakukannya terhadap pendidikan, yang merupakan karunia Allah yang baik, Iblis juga menyimpangkan negara, lembaga yang ditetapkan oleh Allah, pada masa kini. Maka kita sekarang mendapati undang-undang yang fasik yang menindas umat Tuhan, misalnya, di negara-negara Islam, negara-negara komunis, dan dunia Barat yang humanistik.

Kota-kota apakah yang bisa dikatakan sebagai tempat di mana Iblis bertakhta di dalam Perjanjian Lama? Babel dengan menaranya sangat sesuai (Kej. 11:1-9). Di sana kita mendapati manusia di dalam pemberontakan terhadap Yang Mahakuasa; manusia yang ingin mencari nama untuk diri mereka sendiri; manusia yang ingin naik sampai ke sorga dengan upayanya sendiri. Ada pula kota Betel dengan patung anak lembu emasnya yang didirikan oleh Raja Yerobeam. Ketika Samaria menjadi ibukota dari Kerajaan Utara, kota itu dipenuhi berhala-berhala kafir. Menjelang akhir Kerajaan Selatan, ketika kerajaan itu dipenuhi penyembahan berhala dan kejahatan, bahkan sampai menganiaya para nabi, Iblis bahkan mungkin bisa dikatakan memerintah dari kota Yerusalem itu sendiri!

Ada satu teks Perjanjian Baru yang sangat menonjol dalam hal ini. Berbicara tentang kedua orang saksi, yang merepresentasikan gereja yang bersaksi bagi kebenaran Allah, Wahyu 11:8 menyatakan, “Dan mayat mereka akan terletak di atas jalan raya kota besar, yang secara rohani disebut Sodom dan Mesir, di mana juga Tuhan mereka disalibkan.” “Kota besar” itu adalah sebuah kota eskatologis di pusat kerajaan antikristen di akhir zaman. Di seluruh Kitab Wahyu, kota ini dirujuk dengan sebutan “Babel,” pusat dari penyembahan berhala dan kefasikan dunia. Babel adalah gabungan dari dosa-dosa dari berbagai tempat.

Pertama, “kota besar ... secara rohani disebut Sodom.” Sodom terkenal nama buruknya karena homoseksualitas di antara kaum laki-lakinya: sodomi. Pemberontakan seksualnya mencapai taraf di mana dosa itu menguasai seluruh kota, sehingga laki-laki muda maupun tua semuanya terlibat di dalam upaya untuk melakukan pemerkosaan homoseksual secara beramai-ramai terhadap kedua pengunjung (Kej. 19:1-11). Kedua, Babel mengambil bagian di dalam dosa “Mesir,” yang menindas dan memperbudak umat Allah, dan menolak untuk membiarkan mereka pergi menyembah Yehova. Ketiga, “kota besar ... secara rohani disebut [Yerusalem], di mana juga Tuhan mereka disalibkan.” Yerusalem adalah gereja yang palsu yang sudah terpisah dari Yehova dan memenuhi cawan kejahatannya dengan membunuh Yesus Kristus sendiri. Namun, dengan cara demikian, kota itu dengan tanpa disadarinya juga telah memainkan sebuah peran di dalam salib, di mana Juruselamat kita telah mati untuk memberikan kita pengampunan atas dosa-dosa dan kebenaran yang kekal.

Pertanyaan yang harus diajukan, dengan memperhatikan terang dari teks kita dan contoh-contoh Perjanjian Lama dan Wahyu 11:8, kota-kota mana yang bisa dikatakan sebagai takhta Iblis pada saat ini? Ada San Francisco yang terkenal buruk dengan homoseksualitasnya. Vatikan adalah pusat dari Romanisme seluruh dunia. Pyongyang, ibukota Korea Utara, adalah sinonim untuk komunisme, atheisme, kultus yang memberhalakan pemimpinnya, dan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Mekkah adalah pusat agama Islam, dengan penolakannya terhadap Allah Tritunggal, keilahian Tuhan kita Yesus Kristus, pendamaian oleh darah-Nya, dan keselamatan hanya oleh anugerah. Ada berbagai pusat humanisme dunia, tetapi semuanya secara memberhalakan menyatakan manusia sebagai yang ultimat.


(3)

Setelah membahas kefasikan Pergamus (Why. 2:13) dan kota-kota lain yang terkenal karena dosa di masa Alkitab maupun di masa modern di dalam dua edisi News sebelumnya, sekarang kita harus mengajukan pertanyaan ini, Apakah, dan apa seharusnya, respons kita? Haruskah orang-orang Kristen meninggalkan kota-kota itu? Haruskah gereja-gereja meninggalkan wilayah-wilayah metropolitan atau setidaknya wilayah yang paling fasik, yang menunjukkan bukti yang paling jelas sebagai tempat-tempat di mana Iblis bertakhta? Haruskah gereja berhenti melihat kota-kota sebagai wilayah-wilayah yang berpotensi untuk upaya misi? Haruskah pekerjaan misionaris yang sudah ada di wilayah-wilayah urban ditutup?

Ada sebagian orang di dalam apa yang disebut gerakan “Calvinisme Baru” menuduh bahwa inilah yang telah dan sedang dilakukan oleh “Calvinisme Lama.” Mereka mengklaim bahwa Calvinisme “lama” telah meninggalkan, dan sedang meninggalkan, kota-kota, bahwa Calvinisme “lama” menarik diri dari wilayah-wilayah metropolitan, bahwa Calvinisme “lama” takut dengan kota-kota.

Calvinisme Baru” adalah sebutan yang salah karena mazhab ini sangat lemah di dalam kebenaran tentang anugerah Allah. Para juru bicara dan pendukung setianya mengklaim bahwa Allah mengasihi setiap orang dan ingin menyelamatkan setiap orang dan oleh karena itu mengutus Anak-Nya untuk mati bagi setiap individu dalam pengertian tertentu, dan ini berkontradiksi dengan Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht (1618-1619), yang adalah Calvinisme yang berdasarkan pada pengakuan iman. Akan tetapi, kata “baru” di dalam gerakan ini sangat cocok karena gerakan ini memang baru, yaitu mencoba untuk menggabungkan Karismatikisme dan penyembahan yang modern, mengikuti tren, dan duniawi dengan apa dianggapnya sebagai Calvinisme, sementara cenderung mengabaikan pengakuan-pengakuan iman Reformed yang historis. Di sisi lain, Calvinisme yang sesungguhnya dan yang sejati (bukan Calvinisme “lama” yang berkesan peyoratif itu) selalu berpegang pada pengakuan iman, selalu menolak Karismatikisme dan “ibadah buatan sendiri” (Kol. 2:23), dan berupaya untuk tidak menjadi “serupa dengan dunia ini” tetapi “berubah ... oleh pembaharuan budi[nya]” (Rm. 12:2).

Di dalam dunia Barat pada saat ini (meskipun belum lazim di belahan-belahan dunia lainnya), sering kali dan biasanya keadaannya adalah bahwa gereja lebih kuat di daerah pedesaan daripada di kota-kota. Sebagai contoh, di dalam abad ke-21, Kekristenan lebih berpengaruh di daerah dataran tinggi dan pulau-pulau di Skotlandia daripada di wilayah-wilayah urban. Tetapi, ketika Reformasi dulu tiba pada abad ke-16, iman Reformed lebih kuat di kota-kota daripada di bagian-bagian terpencil di pedesaan. Penjelasannya adalah bahwa dengan anugerah Allah, ide-ide baru Reformasi yang alkitabiah tersebar terlebih dahulu di wilayah-wilayah urban, sedangkan berbagai takhayul lama dari Katolik Roma memiliki akar yang dalam di wilayah pedesaan. Pada abad-abad setelah itu, daerah dataran tinggi dan pulau-pulau diinjili, sedangkan pandangan-pandangan modernis atau heterodoks mulai muncul, dan mendapatkan pijakan terkuat mereka, di kota-kota.

Jadi apa perkataan Kristus kepada jemaat di Pergamus, di mana Iblis bertakhta (Why. 2:13)? Kristus bukan berkata, “Pindah! Tinggalkan tempat itu!” Sebaliknya, Tuhan Yesus memanggil jemaat itu kepada kesetiaan kepada Firman Allah sebagai saksi yang baik di sana (ay. 12-17)!

Apakah respons kita terhadap apa yang disebut dengan “Calvinisme Baru” dalam kaitannya dengan kota-kota? Covenant Protestant Reformed Church (CPRC) berada di Ballymena, yang merupakan salah satu dari sepuluh kota terbesar di Irlandia Utara. Limerick Reformed Fellowship (LRF), pekerjaan misi dari CPRC, berada di kota dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di Republik Irlandia.

Gereja-gereja dari denominasi kita di Amerika Utara, yaitu gereja-gereja Protestant Reformed Church (PRC), memiliki tiga puluh satu sidang jemaat di wilayah urban maupun rural (mis. Randolph, Wisconsin; Doon, Iowa; Edgerton, Minnesota; Lacombe, Alberta). Covenant of Grace PRC, yang dibentuk pada tahun 2009, berada di Spokane, sebuah kota di timur negara bagian Washington. Mereka memiliki empat gereja di dan sekitar Chicago, dan dua belas sidang jemaat di wilayah Grand Rapids. Pekerjaan misi sedang dikerjakan di Pittsburgh.

PRC sedang melakukan pekerjaan-pekerjaan misi yang berbuah di luar negeri, yaitu di Filipina, dengan salah satu gerejanya dan kedua orang misionarisnya berbasis di Manila, yang merupakan ibukota sekaligus kota terbesar kedua di sana. Covenant Evangelical Reformed Church (CERC) yang adalah satu denominasi dengan PRC, berada di Singapura, sebuah negara pulau yang berpenduduk sekitar 5,3 juta jiwa.

CPRC memiliki hubungan yang akrab dengan Evangelical Presbyterian Church (EPC) di Australia. Di Pulau Tasmanis, EPC di Winnaleah berada di daerah rural sedangkan EPC di Launceston berada di kota terbesar kedua dari pulau itu. Dua gereja EPC di daratan Australia berada di wilayah urban: Brisbane dan Londonderry, kawasan suburban dari kota Sydney.

Mengenai CPRC (dan setiap gereja yang sejati), Kristus berkata, “Aku tahu di mana engkau diam” dan bagaimana kuatnya Iblis di wilayah itu (ay. 13). Tuhan Yesus yang mahatahu mengetahui bahwa kita berada di Ballymena di tengah-tengah County Antrim di Irlandia Utara. Ia tahu bahwa ada sejumlah gereja non-Katolik Roma di wilayah ini dan bahwa pengaruh Kristen mengalami penurunan, bersama perginya berbagai denominasi dan sidang jemaat. Sebagaimana di banyak tempat, serangan yang begitu halus dari semangat “ketepatan politik” terhadap kebenaran secara umum dan kebenaran Kristus secara khusus, sedang menyelinap masuk. Bahkan di Irlandia Utara kita sedang melihat pengaruh Islam yang membatasi kebebasan untuk berbicara, dan yang dijadikan musuh utama mereka adalah pemberitaan Kristen tentang Trinitas Kudus, Keanakan kekal Yesus Kristus, dan pendamaian-Nya yang substitusioner di atas salib bagi orang berdosa yang merupakan kaum pilihan. Seperti di tempat-tempat lain, di sini kita mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang tidak mengharuskan untuk masuk kerja di Hari Tuhan (dan di sini saya bukan memaksudkan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat niscaya atau untuk belas kasih).

Tetapi janji Kristus adalah setia dan penuh berkat: “Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi; dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya.” Dengarkanlah Dia: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat” (ay. 17)!

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.