Covenant Protestant Reformed Church
Bookmark and Share

Kebangunan Rohani dan Pejabat Pemerintah

Prof. Herman Hanko

 

(1)

“Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan” (1Tim. 2:1-2).

Sebagai tanggapan terhadap artikel saya di dalam Covenant Reformed News edisi November 2013, seorang pembaca menulis, “Karena doa-doa bagi kebangunan rohani dan Reformasi di Barat, jika memperhatikan pengetahuan Barat tentang Injil dan kebencian Barat terhadap Injil yang sudah berlangsung berabad-abad serta kemurtadan Barat dari Injil, adalah ‘siulan di udara yang tanpa pengharapan,’ apa yang seharusnya menjadi sikap kita tentang berdoa bagi para pemimpin pemerintahan kita? Karena sebagian besar pemimpin pemerintahan kita telah menolak Injil, apakah mereka adalah “orang-orang yang menghujat Roh Kudus’ dan dengan demikian kita tidak boleh berdoa bagi mereka? Apakah saya benar di dalam berpikir bahwa sebenarnya kita tidak boleh memiliki keinginan untuk ‘hidup tenang dan tenteram’ karena ‘kedurhakaan’ sedang bertambah dengan begitu cepat di negara kita?”

Saya harus mengakui bahwa saya belum pernah mendengar atau membaca materi apa pun mengenai kebangunan rohani yang mengaitkan kebangunan rohani dengan para pejabat pemerintahan sipil. Saya tidak menyangkal bahwa ini bisa saja benar, tetapi hanya saja saya tidak mengetahui itu. Tampaknya kaitan yang disarankan di dalam pertanyaan di atas mempresuposisikan bahwa kebangunan rohani kadang terjadi karena dekrit pejabat pemerintahan sipil. Atau, jika sebuah kebangunan rohani tidak didekritkan oleh pejabat pemerintahan sipil, paling tidak kebangunan itu disetujui, didukung, dan didorong oleh sebuah pemerintahan sekuler.

Bagaimanapun itu, teks di dalam 1 Timotius 2 telah mendorong si penanya untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai maknanya, dan pertanyaan-pertanyaannya tersebut penting dan patut kita perhatikan.

Pertama, perlu ditegaskan dengan penuh penekanan bahwa nasihat untuk berdoa bagi pemimpin pemerintahan kita di dalam ayat tersebut adalah sebuah perintah dari Tuhan kita yang harus kita taati. Ini adalah kewajiban ilahi, yang diberikan kepada kita di dalam Kitab Suci, sehingga ketaatan dituntut dari kita semua di dalam pelayanan kepada Tuhan Kristus sebagai para warga kerajaan sorgawi-Nya. Menurut penilaian saya, ada banyak orang yang takut berdoa untuk pejabat pemerintah kita dan jarang melakukannya. Salah satu alasan yang mendukung kegagalan ini adalah bahwa para pejabat pemerintahan sipil, seperti yang diamati oleh si penanya, jarang adalah orang Kristen dalam pengertian yang sebenarnya dari kata tersebut. Tetapi alasan tersebut tidak membenarkan pengabaian yang dilakukan.

Juga perlu ditegaskan dengan penuh penekanan bahwa Kitab Suci tidak pernah mengizinkan kita untuk berkata jahat mengenai para pejabat pemerintahan kita; Kitab Suci melarang kita untuk menolak menaati mereka (kecuali jika penolakan itu bukanlah ketidaktaatan terhadap Kristus); dan Kitab Suci mengharuskan kita untuk menghormati, menghargai, dan mengasihi mereka. Ini merupakan ajaran yang jelas dari Paulus di dalam Roma 13 dan ajaran Petrus di dalam 1 Petrus 2:13-17). Perkataan di dalam kedua perikop tersebut diilhamkan oleh Roh Kudus pada masa di mana orang-orang seperti Nero yang begitu rusak memegang pemerintahan dan menganiaya gereja.

Inilah sikap yang saleh dari ketiga sahabat Daniel ketika mereka diancam dengan kematian di dalam perapian yang menyala-nyala (Dan. 3). Inilah teladan Daniel ketika ia dijebloskan ke dalam gua singa (Dan. 6). Di atas segalanya, inilah teladan Tuhan kita sendiri di hadapan Sanhedrin, Herodes, dan Pontius Pilatus. Petrus mengarahkan kita kepada sikap Tuhan sebagai teladan untuk kita ikuti (1Ptr. 2:21-25). Bersikap tunduk. Kita dipanggil untuk bersikap tunduk, bahkan ketika kita tidak sanggup, demi Kristus, menaati. Perintah kelima sangat menentukan di sini.

Alasan mengapa kita harus menghormati dan tunduk kepada – dan, perlu ditekankan, berdoa untuk – para pemimpin pemerintahan kita adalah karena mereka semua ditempatkan pada jabatan oleh Kristus sendiri. Mereka memerintah karena karya Kristus. Kristuslah yang mengenakan jubah otoritas pada mereka, mengurapi mereka untuk melayani di dalam jabatan mereka dan memanggil mereka untuk memerintah di dalam nama-Nya. Itulah panggilan mereka. “Oleh sebab itu, hai raja-raja, bertindaklah bijaksana, terimalah pengajaran, hai para hakim dunia! Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar, supaya Ia jangan murka dan kamu binasa di jalan, sebab mudah sekali murka-Nya menyala. Berbahagialah semua orang [yaitu para pemimpin pemerintahan] yang berlindung pada-Nya!” (Mzm. 2:10-12).

Tidak ada bedanya entah para pemimpin itu adalah seperti Nebukadnezar, Nero, Hitler, Stalin, Winston Churchill, atau Barack Obama. Perintah Kitab Suci diberikan untuk kita taati. Para pemimpin pemerintahan yang fasik akan bertanggung jawab kepada Sang Raja di atas segala raja pada hari penghakiman nanti atas penolakan mereka untuk memerintah di dalam nama Kristus.

Sebagai orang-orang percaya Reformed, kita dengan berkeyakinan memberikan kesaksian bagi kebenaran Allah yang agung bahwa Kristus, dari takhta-Nya di sorga, melaksanakan kehendak Bapa dengan cara sedemikian rupa sehingga segala sesuatu yang Ia lakukan adalah demi dan bagi keselamatan gereja, yang untuknya Ia telah mencurahkan darah-Nya. “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm. 8:28).

Kristus menempatkan pada suatu jabatan sipil orang yang Ia kehendaki untuk memegang jabatan itu, karena orang itu diperlukan bagi keselamatan gereja. Ya, setiap orang yang memegang jabatan: bahkan Antiokus Epifanes IV, Konstantin Agung, Frederick Sang Bijak, dan, yang paling ajaib, juga wangsa Stuart: James I, James II, Charles, I dan Charles II, serta Mary, Ratu Skotlandia. Jika Koresh, raja Persia itu, adalah hamba Allah (Yes. 44:28; 45:1), betapa lebih lagi semua raja di dunia? Bahkan Antikristus pun diberi otoritas oleh Allah yang berdaulat secara mutlak, menurut dekrit-Nya yang mahabijak yang dilaksanakan sebagai providensi oleh Kristus, Sang Wakil Raja yang duduk di sebelah kanan-Nya.

Ketika kita menghormati dan melayani para pejabat pemerintahan, kita menghormati Allah dan Kristus-Nya. Ketika kita tidak menaati mereka, berbicara yang jahat tentang mereka, memberontak terhadap mereka – seperti yang dilakukan kaum Kovenanter dan kaum kolonis di Amerika – kita memberontak terhadap Kristus. Jika konsekuensi dari penolakan kita untuk menaati para pemimpin pemerintahan menyebabkan penganiayaan, kita menerima penderitaan dari tangan Kristus (1Ptr. 2:18-25; 4:12-19), dengan mengetahui bahwa “untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara” (Kis. 14:22).

Dan dengan demikian kita harus berdoa bagi para pejabat pemerintahan. Karena nasihat itu ditujukan kepada Timotius, pengkhotbah di gereja Efesus, ini adalah nasihat yang secara khusus ditujukan kepada para hamba Tuhan di dalam doa mereka di dalam kebaktian ibadah kepada Allah. Tetapi ini tidak mengubah fakta bahwa perintah itu juga untuk setiap anak Allah di dalam doa keluarga dan di dalam renungan pribadinya.


(2)

“Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan” (1Tim. 2:1-2).

Di dalam Covenant Reformed News edisi November 2013, kita memikirkan nasihat di dalam 1 Timotius 2:1-2 untuk berdoa bagi para pemimpin pemerintahan kita. Teks tersebut tidak memberi tahu seperti apa isi dari doa-doa bagi para pemimpin pemerintahan yang diminta agar kita panjatkan, tetapi yang lebih penting adalah bahwa ayat ini memberi tahu kita mengapa kita harus berdoa bagi para pejabat pemerintahan kita. Ada dua alasan yang diberikan.

Alasan pertama adalah, “agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan. Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita” (ay. 2-3). Alasan kedua adalah, “yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (ay. 4).

Dengan melihat ayat 4 terlebih dahulu, kita menolak gagasan bahwa teks ini berarti bahwa Allah sangat rindu untuk menyelamatkan setiap orang, mengasihi setiap orang dengan amat sangat, dan menawarkan kepada setiap orang kemungkinan keselamatan. Ini begitu jauh dari kebenaran, sehingga bahkan Augustine di awal abad kelima pun tidak memercayainya; tidak pula interpretasi tentang 1 Timotius 2:4 yang diberikan oleh Gottschalk, John Calvin, Peter Martyr Vermigili, Jerome Zanchius, Theodore Beza, Jacobus Kimedoncius, William Perkins, Christopher Ness, Francis Turretin, Herman Witsius, Abraham Kuyper, A. W. Pink, Robert L. Reymond, dll. (lihat Kutipan-Kutipan mengenai 1 Timotius 2:4).

Arti dari teks ini adalah bahwa Allah menyelamatkan semua ragam orang, bahkan termasuk pejabat pemerintah. Tidak ada tipe orang, termasuk yang kaya atau miskin, tinggi atau rendah, dewasa atau anak-anak, lanjut usia atau bayi, Asia atau Afrika, terkenal atau dibenci, suami atau istri, petani atau budak, pengusaha atau tukang bersih-bersih, perdana menteri atau polisi – atau setiap ragam orang – yang dibiarkan tanpa diselamatkan. Tidak mengejutkan bahwa dengan melihat kerusakan dan kekejaman para Kaisar Romawi, umat Allah berpikiran bahwa para pemimpin pemerintahan sipil tidak mungkin diselamatkan. Paulus berkata bahwa kita tidak boleh membuat pembedaan yang tidak dibuat oleh Yehova.

Allah Tritunggal menyelamatkan sebuah gereja universal karena dibutuhkan begitu banyak ragam orang untuk menyatakan kepenuhan kekayaan anugerah dan kasih-Nya.

Alasan pertama yang Paulus berikan juga penting (ay. 2-3). Bukan sekadar bahwa Yang Makakuasa berkehendak untuk memiliki sebuah gereja yang kaya dan makmur atau sebuah gereja yang bebas dari penganiayaan maka Paulus menyinggung tentang perlunya bagi umat Allah untuk hidup tenang dan tenteram. Yang lebih tepat adalah bahwa agar gereja bisa melaksanakan panggilannya, ketenangan dan ketenteraman adalah hal yang penting. Panggilan gereja adalah memberitakan Injil: kepada anggotanya sendiri, kepada anak-anak kovenannya, kepada bangsa-bangsa. Gereja mendapatkan kesulitan untuk melakukannya jika para penyandang jabatannya dipenjarakan dan disiksa, jika para anggotanya dipaksa untuk lari demi menyelamatkan diri, jika umat Allah melihat keluarga mereka tercabik-cabik oleh penganiayaan, jika para anggota yang laki-laki tidak bisa mendapatkan pekerjaan untuk mendukung tugas kerajaan. Demikianlah yang telah terjadi di dalam sejarah. Meskipun penganiayaan adalah niscaya bagi keselamatan, masa-masa terjadinya penganiayaan yang hebat memaksa gereja untuk berlindung agar bisa bertahan dan panggilannya, setidaknya sebagian, akan tertunda.

Kristus menempatkan orang-orang pada jabatan sipil untuk mempertahankan ketertiban di dalam masyarakat, yaitu untuk menghukum para pelaku kejahatan dan memuji mereka yang berbuat baik (Rm. 13:3-4). Meskipun para pejabat pemerintah sendiri tidak melayani Allah dan Kristus-Nya, mereka bisa dan sering membuat masyarakat di bawah pemerintahan mereka menjadi tempat yang tenang dan tenteram untuk hidup.

Jika boleh saya ingin menambahkan sebuah peringatan: Merupakan malapetaka besar ketika umat Allah bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan cukup untuk hidup mewah, dan bahwa Ia memberi mereka uang yang lebih daripada cukup, dan mereka menggunakan kekayaan mereka untuk melayani Mamon, ketika alasan mengapa Allah memperkaya mereka bukanlah untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk menjalankan kebenaran-Nya: untuk menyebarkan Injil, pekerjaan misi, memelihara kaum miskin dan mendukung sekolah-sekolah Kristen.

Menurut saya, di sini umat Allah memiliki kesalahpahaman. Mereka enggan berdoa bagi para penjabat pemerintahan mereka karena mereka hanya mengetahui para pejabat pemerintahan yang rusak moral dan yang hidup dengan sangat fasik. Mereka tidak ingin berdoa bagi mereka yang bukan umat Allah. Selain itu, mereka mengetahui dari pengalaman bahwa memang benar apa yang Paulus tulis di dalam 1 Korintus 1:26-31: para pemimpin pemerintahan sipil ada di antara orang-orang berpengaruh, yang, menurut aturan umumnya, tidak banyak yang dipanggil secara efektual.

Ada penjelasan yang perlu diberikan berkaitan dengan hal ini. Teks tersebut bukan berbicara hanya tentang para pejabat pemerintahan yang memerintah atas bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan, tetapi juga tentang para pejabat pemerintahan yang lebih rendah yang memegang otoritas atas desa-desa kecil atau tempat-tempat terpencil. Allah memiliki umat-Nya di antara mereka dan mereka pun melayani Tuhan dan memerintah di dalam nama Kristus. Alasan kedua adalah bahwa para pejabat pemerintahan, entah orang yang benar atau fasik, melayani tujuan yang lebih besar daripada yang mereka sendiri sadari, karena mereka melayani gereja dengan mempertahankan hukum dan ketertiban, bahkan sekalipun mereka sendiri fasik.

Allah bisa dan memang membuat mereka makmur demi kepentingan gereja – sebagaimana Ia memberkati rumah tangga Potifar demi kepentingan Yusuf (Kej. 39:5). Allah memperkaya Firaun dan Mesir dengan kelimpahan makanan dengan tujuan tunggal untuk memelihara keluarga Yakub (gereja pada saat itu) agar tetap hidup (50:20).

Allah tidak selalu menempatkan para pejabat pemerintahan yang percaya, seperti Yusuf, ditampuk kekuasaan; adalah kehendak-Nya (seperti ketika Paulus menulis Surat Roma) untuk menempatkan orang-orang yang menyebabkan gereja dianiaya di tampuk kekuasaan, karena penganiayaan juga diperlukan bagi keselamatan gereja. Kita juga tidak boleh menarik diri dari kebenaran itu, melainkan harus bersukacita karena kita dipandang layak menderita demi Kristus (Kis. 5:41). Jika kita tidak dapat hidup tenang dan tenteram karena penganiayaan, Allah tetap bisa menggenapi tujuan-Nya – bahkan melalui penganiayaan. Atau, gereja akan segera dibawa ke sorga, karena panggilannya hampir selesai – yang akan terjadi ketika penganiayaan hebat terjadi di bawah pemerintahan Antikristus.

Dan pahamilah ini dengan jelas: penganiayaan sudah dekat. Jika kita menyimak, kita bisa mendengar suara gemuruh dari badai penganiayaan itu di cakrawala. Kristus akan datang dan waktunya sudah begitu dekat. Mari kita mencamkan nasihat penting dari Kitab Suci.

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.