Covenant Protestant Reformed Church
Bookmark and Share

Kaum Petarak dan Kaum Pemabuk

Prof. Herman Hanko

Pertanyaan: “Beberapa orang Kristen tidak akan menyentuh alkohol, sementara yang lain sedikit meminumnya. Siapakah yang benar?”

Persoalan penghindaran dari minuman beralkohol atau menggunakan hal-hal itu dalam porsi tepat adalah persoalan yang selalu ada di dalam gereja. Hal ini seharusnya tidak benar-benar demikian, karena Kitab Suci sebenarnya sangat jelas atas topik tersebut.

Kaum petarak (menahan diri sama sekali terhadap minuman keras apa pun – terj.) adalah jenis kedua. Beberapa menolak untuk menyentuh minuman beralkohol dari semacam kemerdekaan orang Kristen. Untuk satu alasan atau yang lainnya, mereka menganggap hal itu tidak bijak menggunakan minuman yang memabukkan di dalam kehidupan mereka. Mereka tidak menganggap meminum alkohol itu salah pada hakikatnya, atau mereka memang mengutuki orang lain yang memang minum alkohol, tetapi mereka menolak untuk melakukan hal-hal seperti di atas.

Saya mengenal orang-orang seperti ini. Satu contoh yang saya ingat. Ketika itu ada makan malam, kami sedang berdiskusi apakah benar atau tidak untuk minum satu gelas minuman anggur dalam makan malam kita, pengunjung yang ada di tempat meja makan kami menolaknya. Saya menanyakan dia apakah hal itu pernah merusak dirinya karena meminum anggur waktu makan malam di tempat lain. Dia meyakinkan saya bahwa hal itu bukan demikian. Dia memberitahukan kami kenapa alasannya dia tidak meminum hal itu karena dia teringat ayahnya adalah seorang pemabuk. Dia telah mempelajari dari dokternya bahwa terdapat kecenderungan genetis di antara beberapa orang yang minum terlalu banyak. Dia takut bahwa kecenderungan genetis mungkin ada padanya. Demikianlah, ketimbang berisiko menjadi pemabuk, dia telah memutuskan sejak semula tidak akan mencicipi minuman beralkohol apa pun pada situasi apa pun. Baginya, inilah masalah kemerdekaan orang Kristen.

Orang lain yang telah menjadi budak minuman dan yang telah lolos dalam belenggu yang mengerikan, menyadari kenyataan bahwa bagi mereka penggunaan minuman beralkohol apa pun di waktu kapan pun merupakan suatu kebahayaan, di mana hal itu harus dihindari sama sekali. Mereka menolak minum minuman beralkohol apa pun; ini pun merupakan masalah kemerdekan orang Kristen. Bagaimanapun, dalam banyak contoh mereka tidak lebih menyukai tidak berada di lingkungan minuman apa pun di sekitar mereka. Mereka lebih menyukai hal ini, bukan karena mereka memikirkan hal itu sebagai hal yang salah jika ada orang lain yang meminumnya, tetapi karena dengan orang lain yang meminumnya, hal itu akan menjadi pencobaan yang pahit bagi mereka.

Mereka yang mengetahui bahwa mereka yang sedang berusaha melepaskan diri dari pengaruh minuman beralkohol harus mengikuti aturan yang diberikan oleh Paulus yang berkenaan dengan makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala: ”Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku” (1Kor. 8:13).

Di bawah kondisi petarak bukanlah seorang berdosa

Tetapi bagi orang lain menduga bahwa mengincipi minuman beralkohol adalah perbuatan berdosa. Dosa-dosa mereka sendiri yang nyata pada pernyataan semacam itu.

Alasan-alasan mereka ada banyak. Beberapa diantaranya dapat disebutkan. Mereka menduga bahwa penyalahgunaan meminum begitu tersebar luas dan memciptakan begitu banyak masalah yang lain sehingga meminum hal itu sendiri adalah salah. Penyalahgunaan minuman beralkohol membuat kesalahan penggunaannya. Mereka menunjukan orang yang ada di bawah pengaruh minuman beralkohol menjadi bersifat kasar dan tidak mungkin untuk dapat hidup bersama. Mereka menunjukkan kawasan miskin dan memperlihatkan kita di jalan yang kumuh itu terdapat seorang ahli bedah yang terampil, seorang profesor dengan 2 gelar doktor, dan seorang ilmuwan yang ternama sebelumnya. Mereka mengingatkan kita akan kehilangan pekerjaan, rumah tangga yang berantakan, kekerasan terhadap anak-anak, tabrakan yang disebabkan oleh pengendara yang mabuk dan biaya hidup tinggi di masyarakat. Mereka tergesa-gesa menunjukan bahwa pesta pora telah mendarah daging di dalam budaya kita, sehingga beberapa anak muda mabuk-mabukan hingga ajal mereka di kolese dan di perguruan tinggi, sehingga pesta mabuk-mabukan itu merupakan skandal beberapa anak muda di gereja. Mereka melihat bertarak sebagai penyelesaian yang sepenuhnya. Dan mereka berusaha untuk mengesahkan supaya melarang minuman beralkohol ada. Beberapa orang bahkan berargumen bahwa minuman anggur adalah salah karena mengubah kaum pemabuk akan kembali kepada kebiasaannya waktu mereka meminum air anggur yang dilayankan pada Perjamuan Kudus.

Akan Tetapi, posisi petarakan sepenuhnya adalah salah. Saya mengetahui bahwa mereka yang lebih memilih posisi petarakan berargumen bahwa Alkitab melarang minum minuman beralkohol, tetapi hal ini adalah argumen yang kelihatan menarik yang memutarbalikkan ajaran Kitab Suci.

Saya menyebutkan beberapa pokok pembahasan di sini. Anggur di dalam Perjanjian Lama adalah simbol kegembiraan dan berkat sorgawi. Anggur di tanah Kanaan, gambaran sorga, digunakan anggur untuk memeriahkan hati manusia. Daftar yang panjang dan menakjubkan berikut ini: Kejadian 49:11, Maz. 104:15, Ulangan 8:8, 1 Raja-Raja 4:25, dsb.; anggur digunakan di dalam korban bakaran (Bil. 15:11; 28:14); pokok anggur merupakan kepemilikan disukakan di tanah Kanaan (Kidung Agung 2:13; 1 Raja-Raja 21:1-14). Selanjutnya Tuhan kita membuat anggur secara ajaib di pesta pernikahan di Kana (Yoh. 2:1-11) dan anggur digunakan antara pesta Paskah dan Perjamuan Tuhan.

Hal ini diduga bahwa pengacuan anggur bukanlah jus anggur yang difregmentasikan tetapi hal ini juga merupakan penalaran yang kelihatan menarik, karena kata yang sama digunakan untuk air anggur ketika Kitab Suci mengutuk pengunaan atas hal itu. Kenyataannya adalah air anggur memenuhi tempat yang penting di dalam Kitab Suci dan tidak di mana pun dilarang penggunaannya. Peringatan-Peringatan yang terus berulang atas penggunaan yang berlebihan dan kemabukan adalah dosa yang menjijikan. Tetapi kenikmatan yang berlebih dari karunia-karunia Allah apa pun adalah berdosa. Kitab Suci mengajarkan kita bahwa kesederhanaan di dalam segala hal harus bersifat hidup seorang Kristen.

Saya mengatakan bahwa larangan minuman beralkohol adalah berdosa. hal ini berdosa untuk mengatakan penggunaan minuman beralkohol adalah berdosa. Kebenaran ini tertulis di dalam 1 Timotius 4:1-5. Paulus menyatakan dengan jelas di dalam perikop ini bahwa ”setiap makhluk Allah adalah baik” jika ”diterima dengan ucapan syukur” dan ”dikuduskan oleh Firman Allah dan doa”. Menyangkali kebenaran yang mendasar ini, demikian kata sang rasul, merupakan ajaran setan dan meninggalkan iman. Hal ini seperti menuntut bahwa minuman beralkohol adalah salah pada hakikatnya dengan menyangkali kebaikan Allah. Allah adalah baik. Ciptaan-Nya adalah baik. Pengunaan dari ciptaan-Nya adalah baik, ketika hal itu digunakan untuk kemuliaan-Nya. Kebenaran ini terletak di dasar dari doktrin Kitab Suci yang penting yang memiliki konsekuensi bagi kehidupan orang Kristen di dunia.

Segala yang saya katakan tidak berarti bahwa seorang yang percaya diwajibkan untuk minum minuman beralkohol. Dia juga tidak diwajibkan lebih jauh untuk meminum hal-hal itu sebanyak dia menggunakan telepon genggam. Tetapi kita tidak pernah menyebutkan bahwa hal itu tidak tahir, dari apa yang telah Allah tahirkan. Sebab menyangkal hal itu adalah salah.

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.