Covenant Protestant Reformed Church
Bookmark and Share

Perang dan Damai dalam Sola-Sola dari Katekismus Heidelberg

Pdt. Angus Stewart

 

Panggilan Kristen untuk berjuang dalam peperangan rohani melawan kebohongan dan penikmatannya akan berkat perdamaian rohani, keduanya dapat diringkas dengan baik dalam pengajaran Katekismus Heidelberg pada 5 sola dari Reformasi (sola dalam bahasa Latin adalah semata atau hanya). Keselamatan adalah oleh iman semata dalam Kristus semata melalui anugerah semata bagi kemuliaan Allah semata berdasarkan Kitab Suci semata. Sola-Sola tersebut membuang dan begitu berjuang melawan segala “tambahan-tambahan” pada kebenaran Injil, yang pada kenyataannya, beberapa tambahan menjauh dari injil dan bahkan menolak hal itu. Sola-Sola itu memberikan kita damai karena hal-hal itu mendekatkan kita hanya kepada kenyamanan keselamatan yang kaya dan gratis dari Allah.

[P. – Pertanyaan & J. – Jawaban]

 

Iman Semata!

Kita dibenarkan di hadapan Sang Kudus “hanya dengan iman yang sejati” (P. 60) atau “oleh iman semata” (P. & J. 61) “bukan melakukan hukum Taurat” (Rom. 3:28). Hal inilah “manfaat yang besar kepada orang percaya karena ia dibenarkan dalam Kristus di hadapan Allah dan sebuah seorang ahli waris dari hidup yang kekal” (P. & J. 59)! Secara singkat, “kita menjadi pengambil bagian dari Kristus dan semua manfaat-Nya oleh iman semata (J. 65).

Sola pertama ini (iman semata) memperjuangkan melawan segala jalan lain dari penerimaan dan penerapan kepada diri kita akan pembenaran (diimputasikan) (J. 61) dan menjaga kita sehingga kita “boleh tidak akan mengingat dosa-dosa di hadapan takhta Allah” (J. 56). “kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.” (Rom. 5:1). 

 

Kristus Semata!

Hari Tuhan 11 memberitakan Yesus sebagai “satu-satunya penyelamat” (J. 30) dan “satu-satunya pembebas dan Penyelamat” karena Dia adalah “Penyelamat yang sempurna” dan kita “menemukan segala hal yang penting dalam Dia bagi keselamatan [kita]” (J. 30). Maka “kita tidak boleh mencari, atau pun tidak akan menemukan keselamatan di pihak lain” (J. 29). Dengan penjelasan demikian, khususnya berhadapan dengan Katolik Roma, Katekismus bertanya, “Apakah kepercayaan dalam Yesus, satu-satunya Penyelamat semacam inikah, bagi orang-orang yang mencari keselamatan dan kepastian mereka dari orang-orang kudus, dari diri mereka sendiri, atau dari tempat lain mana pun?” (P. 30). Jawabannya sederhana dan singkat: "tidak demikian: sebab walaupun mereka memegahkan Dia dengan mulutnya, tetapi di dalam perbuatan mereka menyangkali Yesus yang adalah satu-satunya Juruselamat" (J. 30). Kristus sendiri menyangkali dan melawan semua yang dianggap penyelamat dan rekan penyelamat tersebut.

Kristus adalah “satu-satunya Imam Besar” yang menebus kita dengan “satu persembahan korban dari tubuh-Nya” (J. 31), karena “satu-satunya korban yang mengerjakan pendamaian” (J. 37). Kaum penyusun Heidelberg menekankan kebenaran ini, khususnya berhubungan dengan sakramen-sakramen yang mengarahkan kita kepada “satu pengorbanan Kristus yang digenapi di atas salib (J. 66) “sebagai satu-satunya dasar bagi keselamatan kita” (P. 67), Roh Kudus mengajari kita dan meyakinkan kita dengan sakramen-sakramen bahwa seluruh keselamatan kita berdiri di dalam satu pengorbanan Kristus yang dikerjakan bagi kita di atas salib” (J. 67).

Mengenai sakramen pertama, kita “ditandakan dan dimeteraikan di dalam baptisan kudus sehingga kita memiliki bagian di dalam pengorbanan Kristus yang satu-satunya di atas salib” (P. 69), karena “karena hanya darah Yesus Kristus dan Roh Kudus yang membersihkan dari segala dosa” (J. 72).

Dan juga, Perjamuan Kudus memberitahukan dan menegaskan kita bahwa “pengorbanan Kristus yang satu-satunya, yang digenapi” di Kalvari itu (P. 75) adalah “oleh satu-satunya pengorbanan Yesus Kristus, yang telah Ia sendiri genapi satu kali untuk selamanya di atas salib” (J. 80). Hal ini adalah penghiburan yang tidak terkatakan bagi kaum pilihan, “Karena, oleh alasan keadilan dan kebenaran Allah, pemuasan bagi dosa-dosa kita tidak bisa dilakukan dengan cara apa pun selain dengan kematian Anak Allah.” (J. 40, bdk. Hari Tuhan ke-4 hingga ke-6), sebab “hanya karena pemuasan, kebenaran, dan kekudusan Kristus, adalah kebenaranku di hadapan Allah...” (J. 61).

Injil Kristus semata menjelaskan asal usul dari, dan membenarkan, penghukuman penghujatan sakramen dari Katolik Roma dari keterangan Katekismus. Karena “misa mengajarkan bahwa orang yang hidup dan yang mati tidak mendapatkan pengampunan bagi dosa-dosa melalui penderitaan Kristus kecuali Kristus tetap ditawarkan setiap hari kepada mereka oleh para imam... , pada dasarnya misa tidak lain adalah penyangkalan terhadap pengorbanan dan sengsara Yesus Kristus yang satu-satunya” (J. 80).

Kristus adalah “Raja Damai” (Yes. 9:6), bagi mereka yang percaya kepada Dia semata, tetapi pendekar ilahi ini (Yes. 63:1-4; Why. 19:11) melawan semua orang yang menolak Dia dan menyangkal Dia sebagai satu-satunya Penyelamat yang sempurna dan salib-Nya yang benar-benar cukup.

 

Anugerah Semata!

Pembahasan pembuat Katekismus Heidelberg dari “iman yang sejati” termasuk berkaitan erat dengan dokterin anugerah semata dan Kristus semata: “tetapi juga bagiku, pengampunan dosa, kebenaran yang kekal, dan keselamatan telah dikaruniakan secara cuma-cuma oleh Allah, semata-mata oleh anugerah, hanya karena jasa Kristus. (J. & P. 21).

Hari Tuhan ke-23 menyebutkan seluruh 3 sola yang kita telah bicarakan sejauh ini dalam artikel tersebut. Saya “dibenarkan di hadapan Allah” (P. 60) “hanya oleh iman yang sejati” dan “semata-mata anugerah” (J. 60) “tetapi hanya karena pemuasan, kebenaran, dan kekudusan Kristus, adalah kebenaranku di hadapan Allah” (J. 61).

Injil Reformasi dari anugerah semata selalu menghadapi di dalam peperangan suci melawan keselamatan oleh usaha manusia, karena “kita dibebaskan dari sengsara kita hanya oleh anugerah, melalui Kristus tanpa jasa apa pun dari kita sendiri” (P. 86). Setiap orang percaya yang mengaku bahwa hal itu “tanpa sedikit pun jasa dariku, dan semata-mata oleh anugerah” bahwa saya ”dibenarkan di hadapan Allah” melalui Kristus (P. & J. 60).

Hal ini Injil yang berantithesis, menghiburkan dari anugerah dari Allah kovenan kita yang berdaulat: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef. 2:8-9).

 

Kemuliaan Allah Semata

“Allah yang satu, kekal dan sejati” adalah tiga Pribadi, Bapa, Anak dan Roh Kudus, terdiri dalam “hanya ada satu keberadaan ilahi” (P. & J. 25). Bagi Dia segala kemuliaan karena “penciptaan kita,” “penebusan kita” dan “pengudusan kita” (J. 24).

Karena “satu-satunya Allah yang sejati,” kita harus “mengakui,” “memuliakan” dan “percaya di dalam Dia semata,” dan “menantikan semua yang baik hanya dari Dia” (J. 94). Karena “misa mengajarkan bahwa… Kristus hadir secara jasmaniah di dalam bentuk roti dan anggur dan oleh karena itu harus disembah di dalam roti dan anggur itu,” sehingga hal itu ”sebuah penyembahan berhala yang terkutuk” (J. 80), sebab ”penyembahan berhala adalah sebagai ganti dari Allah yang esa dan sejati atau selain Dia, kita merancang atau memiliki sesuatu yang lain yang menjadi kepercayaan kita” (J. 95).

Karena TUHAN adalah “satu-satunya Allah yang sejati,” perintah pertama mendesak kita untuk “harus menghindari dan menjauhi semua penyembahan berhala, sihir, tenung, takhayul, dan doa kepada orang-orang kudus atau ciptaan-ciptaan lain” (J. 94). Mengenai perintah ke-3, penulis Heidelberg berargumen bahwa karena Allah adalah “satu-satunya Penyelidik hati,” maka kita tidak boleh “bersumpah dengan nama-nama kudus atau ciptaan-ciptaan lain” (P. & J. 102). Karenanya Katekismus melanjutkan dari kebenaran Allah semata dan perintah-perintah pertama dan ketiga mengutuk doa, dan sumpah yang bersifat Katolik Roma, “nama-nama kudus atau ciptaan-ciptaan lain” (J. 94, 102).

Bergerak dari 10 Hukum Tuhan, di mana pada bagian pertama dari tiga bagian mengenai ucapan syukur dari Katekismus tersebut, kita hendak berdoa yang merupakan bagian pertama dari kebersyukuran” (J. 116). Di sini kita belajar bahwa kita harus “dari hati kita berseru hanya kepada Allah yang esa dan sejati” (J. 117). Eksposisi dari petisi keempat dari Doa Bapa Kami menjelaskan bahwa, karena TUHAN adalah “satu-satunya sumber kebaikan,” kita harus “agar kami bisa menarik kepercayaan kami dari semua ciptaan dan meletakkannya hanya kepada Engkau” (J. 125). Allah semata adalah kekuatan dan kedamaian dari segala anak-anak-Nya, sebagaimana penulis Mazmur mengaku, “Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah” (Mzm. 62:1-2).

 

Kitab Suci semata!

Kebenaran inilah bahwa Kitab Suci semata merupakan standar terutama dan menguasai iman dan kehidupan (bdk. Pengakuan Iman Belgia 7) tidaklah dinyatakan secara jelas di dalam Katekismus Heidelberg, seperti keempat sola yang lain, tetapi secara mudah hal itu dideduksi dari hal itu “yang bersifat baik dan penting” (bdk. Pengakuan Iman Westminster 1:6).

“Allah yang esa dan sejati” telah “menyatakan diri-Nya di dalam Firman-Nya (J. 117) dan kita mengenal Perantara tersebut “dari Injil yang kudus” (J. 19). Karenanya, hal itu “perlu bagi seorang Kristen percayai” “semua yang dijanjikan kita di dalam Injil” (P. & J. 22).

Karena TUHAN menguasai kita dengan “Firman”-Nya, yang dianugerahkan kepada hati kita dan hidup oleh “Roh”-Nya, petisi kedua dari Doa Bapa Kami, “Kerajaan-Mu datanglah,” tercakup mendoakan untuk melawan “setiap kuasa yang meninggikan dirinya melawan [Allah], …yakni Firman-Nya yang kudus” (J. 123). Penulis Heidelberg membagi dua macam serangan yang fasik melawan Kitab Suci: melakukan perbuatan-perbuatan baik “yang didasarkan pada pendapat kita sendiri atau ketetapan manusia” (J. 91) dan menyembah Dia “dengan cara apa pun selain yang telah Dia perintahkan di dalam Firman-Nya” (J. 96).

“Aku beroleh pengertian dari titah-titah-Mu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta” (Mzm. 119:104)—inilah panggilan peperangan suci bagi orang Kristen. “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm. 119:105)—inilah jalan damai spiritual bagi orang percaya.

 

Hanya Penghiburan Kita!

Memulai “penghiburan kita dalam kehidupan dan kematian” (P. 1), Katekismus kita mencakup dan menyajikan, baik secara positif dan negatif, 5 sola agung yang alkitabiah dan iman Reformed. Hanya dengan mempertahankan 5 sola injil yang dapat dan memang kita akui bahwa “satu-satunya penghiburan di dalam kehidupan dan kematian” adalah “bahwa aku bukanlah milikku sendiri melainkan, dengan tubuh dan jiwa, baik di dalam kehidupan maupun kematian ini, milik Yesus Kristus Juruselamatku yang setia” (P. & J. 1)!

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.