Prof. Herman C. Hanko
Amsal 24:1-4: "Jangan iri kepada orang jahat, jangan ingin bergaul dengan mereka. Karena hati mereka memikirkan penindasan dan bibir mereka membicarakan bencana. Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik."
Hanya satu kata untuk menggambarkan isi dari seluruh buku Amsal, satu kata yang juga ditemukan di dalam ayat kita, adalah kata ”hikmat”. Amsal adalah kitab hikmat yang agung. Jika engkau ingin mengetahui apa hikmat itu, maka engkau harus membaca Amsal 8, di mana hikmat itu digambarkan dan di mana hal itu dijabarkan dengan jelas adalah Kristus. Dia yang memiliki Kristus adalah orang yang berbijaksana secara sejati. Inilah hidup dari hikmat ini di mana orang bijak di Israel digambarkan di dalam kitab Amsal.
Dalam pasal 24, Solomo, oleh inspirasi Roh Kudus, menerapkan hikmat kepada hidup berkeluarga di rumah. Walaupun seluruh pasal harus dikerjakan dengan pokok bahasan ini, inilah 4 ayat pertama di mana saya meminta perhatian Anda, karena fondasi dari seluruh pasal itu ada pada ayat-ayat itu.
Tulisan itu mengatakan: melalui hikmat, suatu rumah tangga dibangun dan didirikan. Tetapi hikmat ini yang ada di rumah yang didirikan dibedakan sama sekali dengan dosa keiri-hatian. Janganlah engkau iri dengan orang jahat. Sebaliknya, dengan hikmat rumah didirikan. Maka hikmat dibedakan di sini dengan iri hati. Karena iri hati adalah sifat yang bodoh. Dia yang membiarkan dirinya pada iri hati tidak mampu untuk membangun rumah tangga.
Tulisan itu berbicara mengenai membangun sebuah [bangunan] rumah (house). Akan tetapi, ketika Kitab Suci, khususnya Perjanjian Lama membicarakan sebuah rumah, hal-hal itu tidak merujuk kepada tempat tinggal di mana suatu keluarga tinggal, tetapi hal-hal itu merujuk kepada home [hubungan kekeluargaan antar anggota keluarga terjalin baik]. Terdapat suatu perbedaan antara sebuah gedung rumah [a house] dan suatu rumah tangga [a home]. Tukang kayu membangun bangunan rumah; orangtua membangun rumah. Dan kualitas dan sifat rohani dari suatu rumah bukanlah di dalam pengertian kata yang bergantung atas kualitas dan nilai bangunan rumah. Mungkinlah untuk mendapat suatu rumah yang berongkoskan 1 juta dolar, tetapi tidak ada rumah di sana. Mungkinlah memiliki rumah pada keadaan yang begitu sederhana. Rumah tangga tidaklah bergantung atas sebuah gedung rumah.
Apakah suatu rumah itu?
Biasanya dan umumnya dikatakan, suatu rumah merujuk kepada mereka yang hidup di dalam naungan, dan khususnya suatu keluarga. Dan keluarga, umumnya dikatakan, terdiri dari suami, istri, dengan anak-anak. Menurut ketetapan Tuhan, mungkinlah bahwa seorang suami dan seorang istri tidak pernah dianugerahi anak-anak. Mereka bisa juga memiliki suatu rumah. Bahkan seorang duda atau janda dapat memiliki suatu rumah. Dan orangtua dari anak-anak yang menikah juga memiliki suatu rumah. Tetapi umumnya dikatakan, Tuhan telah menetapkan bahwa suatu rumah memiliki orangtua dan anak-anak.
Bagaimanapun, rumah itu sendiri tidaklah menjamin adanya suatu rumah. Terdapat banyak tempat tinggal di dalam dunia di mana engkau menemukan orangtua dan anak-anak, tetapi engkau menemui mereka tidak ada suatu rumah di sana.
Karena itu, suatu rumah merupakan lebih daripada orangtua dan anak-anak. Tempat di mana sebuah keluarga tinggal bersama dalam persekutuan—persekutuan kasih, dari suatu saling berbagian dari kehidupan, dari sukacita dan kebahagiaan. Kata kuncinya adalah ”persekutuan”. Jika engkau memiliki rumah di mana terdapat orangtua dan anak-anak dan engkau selalu bercekcok di gedung rumah, sungguh engkau tidak punya rumah. Hal inilah mengapa Solomo, dalam segala keseriusannya, mengatakan lebih dari sekali di kitab Amsal mengenai fakta bahwa hal ini ”Lebih baik tinggal pada sudut sotoh rumah dari pada diam serumah dengan perempuan yang suka bertengkar [Ams. 21:9; 25:24 – pen.]. Solomo juga menjelaskan cara lain ketika dia menulis: ”Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lembu tambun dengan kebencian [Ams. 15:17 – pen.]. Di mana tidak ada kasih, tidak ada kesatuan, tidak ada persekutuan, tidak mungkin memiliki rumah. Dan apakah faedahnya tinggal di gedung rumah yang tidak memiliki rumah di dalamnya?
Rumah tangga (home) adalah karya dari anugerah Allah. Meskipun dulu keluarga didirikan di Firdaus ketika Allah menikahkan Adam dan Hawa dan memerintahkan mereka untuk berkembang biak dan bertambah banyak, rumah ini secara mendasar sudah dirusakkan oleh peristiwa Kejatuhan tersebut. Suatu kanker, kanker yang fatal dan mematikan masuk ke rumah dengan dosa. Dosa membuat hal itu tidak mungkin untuk membangun rumah yang sejati. Rumah kita, jika rumah-rumah tersebut adalah sejati, merupakan keajaiban anugerah yang luar biasa melalui Yesus Kristus, Yang oleh-Nya fondasi di mana rumah kita dibangun.
Karena ciri utama dari rumah adalah persekutuan, sifat yang esensinya adalah ciri yang mewujudkan dan melukiskan kovenan Allah. Allah yang diri-Nya ada di dalam keluarga Allah, sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Maka juga, kehidupan kovenan dari persekutuan yang tritunggal itu sendiri merupakan suatu kehidupan keluarga. Oleh karya anugerah, dia membentuk gereja-Nya di dalam suatu keluarga sorgawi di mana Allah Tritunggal adalah Bapa kita, Kristus adalah Saudara Laki-Laki yang sulung, dan seluruh umat Allah adalah kepenuhan saudara-saudari dalam keluarga Allah.
Karenanya rumah adalah suatu keluarga kovenan
Kini [nuansa] rumah berarti bukanlah hanya memerankan suami dan istri dalam ikatan pernikahan yang berfungsi sebagai gambaran dari pernikahan kovenantal Allah dengan umat-Nya melalui Kristus, tetapi para orangtua dan anak-anak juga merefleksikan akan kovenan anugerah. Keluarga Allah direfleksikan dalam keluarga kovenan kita ketika setiap anggota keluarga memiliki tempatnya yang diberikan Allah sendiri, suatu tempat yang tidak seorang pun dapat mengisinya, suatu tempat dalam persekutuan keluarga di madna setiap jalannya sendiri berkontribusi secara unik pada kehidupan keluarga. Hal inilah sebabnya selalu ada ruang bagi anak yang lain dalam suatu keluarga kovenan. Hal ini sebabnya bahkan kita membicarakan mengenai tempat di mana setiap anak mengisi dalam hidup keluarga. Bahkan kita berani mengatakan bahwa setiap peran memiliki tempatnya sendiri pada meja di mana keluarga tersebut duduk bersama untuk makan dan minum, berdoa, dan beribadah. Dan jika Allah berkenan untuk mengambil salah seorang anak kita, maka tempatnya kosong dan tidak seorang pun pernah dapat mengisinya. Meskipun para orangtua mungkin memiliki anak lagi, di mana tempat itu tetap kosong karena anak yang mengisinya pada tempat itu memiliki tempatnya sendiri dalam kehidupan dan persekutuan dari keluarga yang tetap setiap saat hingga kesempurnaan kovenan dalam kemuliaan agung dari keluarga sorga, demikianlah bersama keluarga Allah. Setiap orang kudus memiliki tempatnya sendiri dalam keluarga.
Keluarga Allah itu memiliki suatu rumah, bahkan sebagai keluarga kovenan kita. Saat Yesus akan meninggalkan murid-murid-Nya pada hari kematian-Nya, Dia mengatakan hal ini saat Ia mengatakan bahwa di dalam rumah Bapa-Nya (dan ini adalah kata yang tepat di sini), terdapat banyak tempat tinggal. Dia harus pergi untuk mempersiapkan setiap tempat tinggal untuk setiap anggota keluarga yang kepadanya Dia telah berikan nyawa-Nya. Dan ketika tempat tinggal itu siap, dia akan datang kembali untuk membawa orang itu pada diri-Nya, sehingga di mana Dia berada, kita boleh juga bersama-Nya.
Kovenan Allah, di mana keluarga besar Allah, merupakan semacam kovenan yang di dalam keluarga yang memiliki tempatnya sendiri, di dalam hidup ini dan dalam hidup yang akan datang. Dan sama juga dengan keluarga kita, terdapat ruang bagi anak-anak kecil, ruang bagi anak-anak yang bertumbuh, bagi para remaja, ruang bagi orang yang sakit, dan ruang bagi orang cacat yang memiliki tempat unik mereka sendiri dan mereka yang juga menganut dalam kasih dan persekutuan keluarga tersebut, karena tempat Allah yang unik telah diberikan kepada mereka, maka di dalam keluarga Allah yang sorgawi memiliki sifatnya sendiri dan dengan kekhususannya sendiri, semacam orang yang keberadaannya memiliki tempatnya sendiri dalam keluarga Allah. Kita sedang mengincipi pengertian akan keluarga besar dari sorga dalam hidup keluarga kita sendiri.
Dalam suatu rumah yang demikian merupakan kesempatan bagi setiap anggota keluarga, tanpa takut akan cemoohan dan hinaan, mengetahui bahwa dia akan dipahami oleh mereka yang mengasihinya, untuk mencurahkan jiwanya dan berbagi kesedihan dan kedukaan, masalah dan persoalan, dengan orang-orang dari keluarga tersebut, mengetahui bahwa keluarga tersebut akan memperlakukan mereka sebagai milik mereka. Rumah adalah tempat di mana seorang dapat menjadi dirinya, di mana tidak perlu mengenakan topeng, di mana tidak perlu menganggap untuk berbeda dari anggota keluarga yang lainnya, karena dalam keluarga ada kasih dan kesabaran dan pengertian, oleh sebab Allah memperlihatkan anugerah kasih dan kesabaran dan pengertian yang tidak terhingga bagi kita yang termasuk keluarga-Nya dan yang begitu lemah dan begitu berdosa.
Kita menyebutnya di dalam ayat membangun rumah, dan mendirikan rumah. Dua kata itu bukanlah secara tepat sama dalam pemaknaan hal-hal itu. Membangun rumah berarti menegakan rumah. Mendirikan rumah berarti menegakan rumah di atas dasar yang kokoh, dengan implikasi bahwa rumah akan diserbu dengan topan yang ganas. Seorang diingatkan kata-kata di mana Yesus menutup Khotbah di Bukit: orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. (Mat. 7:24 – pen.). Dan hanya rumah yang dibangun di atas batu karang akan tahan dengan baiknya dalam terpaan badai kehidupan.
Karenanya kita dituntut untuk melakukan dua hal: kita dituntut tidak hanya membangun rumah, tetapi membangunnya semacam fondasi yang kokoh dan membangunnya dengan perhatian dan lawatan yang terperinci bahwa fondasi itu merupakan suatu rumah yang kuat sehingga betapa pun ganasnya topan kehidupan yang mungkin menerpa rumah itu, dan rumah itu tetap teguh. Rumah-Rumah yang tidak dibuat dengan lawatan adalah rumah yang dirobohkan oleh badai hidup. Hanya rumah yang dibangun di atas batu karang akan tetap teguh. Di dalam dunia, di bawah tekanan masalah, pernikahan terceraikan dan keluarga yang terpecah belah. Keluarga-keluarga yang merefleksikan kovenan Allah ialah keluarga yang terdorong lebih dekat bersama-sama dalam badai kehidupan.
Bagaimana kita membangun rumah?
Di sini terdapat ayat yang tidak terduga. Roh Kudus mengatakan, pertama-tama: sebelum engkau mempelajari bagaimana membangun rumah, terdapat beberapa hal di mana engkau tidak boleh lakukan. Bagaikan seorang tukang kayu yang memberikan pengarahan kepada tukang kayu yang muda mengenai membuat sebuah rumah. Sebelum dia mengatakan sesuatu mengenai teknik membangun rumah, dia merapatkan tukang kayu muda itu di sampingnya dan berkata, ”ada sepasang hal yang engkau tidak pernah boleh lakukan, karena jika engkau melakukannya, rumahmu akan gagal. Inilah hal-hal penting, prinsip yang mendasar, jika engkau mengamati hal-hal itu, akan memungkinkan engkau untuk membangun suatu rumah. Di sisi lain, terdapat bahaya dan kesalahan yang mendasar di mana, jika engkau jatuh di dalamnya, tidak mungkin bagimu untuk membangun rumah secara berhasil selamanya.”
Dua dosa yang disebutkan di ayat tersebut. Yang satu adalah iri dan yang lainnya menemani bersama orang yang jahat. ”Jangan iri kepada orang jahat, jangan ingin bergaul dengan mereka”.
Hal ini membuat kita berhenti sejenak. Saya benar-benar yakin bahwa jika engkau bertanya untuk memberikan jawabanmu pada pertanyaan ini: dua hal yang terjahat yang bagaimana, yang mengancam bangunan suatu rumah? Hanya sedikit sekali orang yang akan menyebutkan dua hal yang jahat itu pada teks yang disebutkan. Bagaimana pun, Roh Kudus mengatakan bahwa seluruh katalog dari kejahatan, di sepanjang daftar dosa yang panjang yang dapat ditarik secara meyakinkan, ialah dua hal yang pada akhirnya membuat hal itu mustahil untuk membangun suatu rumah.
Iri hati. Engkau sekalian mengetahui iri hati. Pertama-tama, iri hati adalah perasaan tidak puas dengan apa yang engkau miliki, dengan apa yang Allah telah berikan kepadamu. Kedua, iri hati adalah nafsu yang kuat untuk memiliki hal-hal di mana engkau tidak memilikinya, dan di mana dunia memiliki hal itu begitu limpahnya. Iri hati benar-benar sama dengan keserakahan, yang dilarang dalam Sepuluh Perintah. Dan keserakahan, sebagaimana Katekismu Heidelberg jelaskan dalam eksposisi hukum Allah, adalah suatu dosa yang benar-benar menjadi inti dari seluruh hukum. Jika engkau serakah, tidaklah mungkin untuk melakukan perintah Allah apa pun.
Kini engkau dapat mulai mengerti mengapa Roh Kudus seharusnya berbicara di sini mengenai dosa iri hati secara khusus. Dalam suratnya kepada Timotius dan dalam peringatannya melawan bahaya kekayaan, Paulus berbicara mengenai fakta bahwa cinta uang adalah akar dari segala kejahatan. Waktu kecil, saya dapat mengingat bahwa saya tidak dapat memahaminya. Segala kejahatan di bawah langit? Ya, kata Paulus. Cinta uang adalah akar dari segala kejahatan. Keserakahan adalah dasar dosa dari hukum Taurat. Karenanya iri hati merupakan dosa yang krusial di mana jika kita tidak mencabutnya dari hidup kita, akan membuat hal itu mustahil bagi kita untuk membangun rumah. Betapa rendah hatinya! Hal itu yang membawa kita untuk bertelut.
Mengapa iri hati semacam itu mengancam bangunan suatu rumah? Hal ini diperlihatkan secara mudah. Hal itu terkadang terjadi pada orang muda (khususnya kaum laki-laki, tetapi terkadang kaum wanita juga), terlambat untuk mencari kawan kencan karena mereka terlalu cinta kepada hal-hal dari kepemilikan materi yang ada di dalam dunia. Mereka ingin membeli ini, dan mereka ingin membeli itu. Mereka ingin menikmati ini, mereka ingin menikmati itu sebelum mereka benar-benar memulai membangun sebuah rumah tangga. Iri hati adalah semacam kejahatan besar yang telah mengancam bahkan sejak dari rumah tangga. Tetepi, setelah pernikahan terjadi dan seorang laki-laki muda dan wanita muda masuk dalam pernikahan, kejahatan yang sama mengancam. Iri hati menjadi alasan mengapa memiliki anak-anak diabaikan. Dan mungkin terkadang iri hati ini memberikan alasan pasutri ini untuk memutuskan tidak memiliki anak sama sekali, atau mungkin hanya satu atau tidak lebih dari dua anak.
Itulah Iri hati. Anak-Anak dikesampingkan. Anak-Anak membutuhkan biaya yang banyak. Anak-Anak membuat ketidak-mungkinan bagi kaum pasutri untuk membeli barang-barang yang mereka inginkan dan nikmati untuk kehidupan. Khususnya ketika engkau harus membiayai uang sekolah Kristen, maka engkau mengatakan pada diri engkau, ”kita lebih baik tidak memiliki banyak anak-anak. Kita tidak tahu bagaimana kita akan membiayai semua uang sekolah Kristen itu dalam dunia ini”. Iri hati menghindari untuk memiliki anak-anak.
Iri hati adalah suatu ancaman, suatu ancaman yang terus-menerus dalam rumah, bahkan ketika suatu keluarga tercipta dan terdapat anak-anak di dalam rumah, karena terkadang kaum ibu mengabaikan tanggung jawab rumah dan pergi keluar untuk bekerja. Orangtua ingin mendapat lebih banyak uang. Ada banyak hal yang ingin mereka beli di mana mereka tidak dapat membeli hal-hal itu jika mereka tidak memiliki dua sumber pendapatan. Atau, seluruh lingkungan rumah adalah semacam uang dan harta benda, kesenangan dan hal-hal baik dalam hidup adalah satu-satunya topik dalam perbincangan. Lingkungan yang tercipta dalam rumah di mana kesan yang mendalam diberikan pada anak-anak, yakni: satu-satunya hal yang diperhitungkan dalam hidup adalah kepemilikan harta duniawi.
Iri hati merupakan suatu ancaman untuk membangun rumah dalam sepanjang langkah. Betapa bijaknya, Roh Kudus menunjukan hal ini ketika Dia mengatakan kepada engkau dan kepada saya: ”terdapat satu kejahatan yang mengatasi ancaman yang fatal pada pembangunan rumah tangga: dosa iri hati.
Oleh anugerah Allah, apakah engkau ingin membangun rumah tangga? Dosa iri hati ini harus dicabut!
Dosa lain yang disebutkan tersebut merupakan kawanan orang berdosa.
Ayat ini tidak merujuk kepada fakta di mana kita hidup dalam dunia orang yang jahat dan di mana kita harus berhubungan dengan orang jahat setiap hari dalam kehidupan kita. Kita ada di dalam dunia. Dan kita tidak akan melarikan diri dari dunia dan pindah ke biara. Tetapi ayat ini tidak membahas hal itu. Melainkan membahas mengenai berkawan dengan orang yang jahat. Terdapat sesuatu sifat yang eksklusif mengenai berpacaran dan bersekutu dengan keluarga sedemiakan, sebagai bagian dari keluarga gerejawi. Betapa sering Kitab Suci mengatakan hal itu? Di dalam keluarga dan gereja, kita memiliki persekutuan karena hal itu merupakan suatu persekutuan dalam Allah memalui Kristus — persekutuan yang kovenantal. Saat berbagai usaha rancang untuk mengubah hubungan persekutuan dan perkawanan itu kepada hubungan yang intim dengan orang jahat dari dunia, maka bencana terjadi.
Dalam bahasa yang setajam mungkin, Rasul Yakobus mengingatkan gereja yang dia tulis bahwa saat mereka berusaha untuk menjadi kawan dunia ini, mereka adalah para pezinah yang tidak dapat menjadi kawan Allah.
Tentu saja, hal itu mungkin untuk masuk ke dunia dan mencari persekutuan dengan yang jahat. Ada anggota gereja yang melakukan hal itu. Tetapi hal itu juga mungkin, dan sangat mungkin menjadi ancaman yang lebih besar pada rumah kita, mengundang dunia ke rumah kita. Kita memiliki segala macam cara untuk melakukan hal itu dengan kecenderungan kita untuk membawa pertemanan dari dunia ke dalam rumah di masa modern ini. Saya tidak mengacu hanya pada fakta di mana kita memberi tumpangan kepada orang yang jahat di rumah kita, meskipun hal itu juga dilarang oleh Kitab Suci; tetapi di mana kita membaut tempat rumah kita bagi dunia dan bagi orang jahat, oleh sarana-sarana penemuan modern hari ini: televisi, radio, pemutar dis, dan video, musik duniawi, buku-buku dan majalah yang duniawi. Kita berusah untuk bersekutu dan berteman dengan dunia dengan berbagian dalam dosa mereka.
Mengapa kita tidak boleh bersekutu dengan orang jahat? Jawaban ayat tersebut adalah: Karena hati mereka memikirkan penindasan dan bibir mereka membicarakan bencana. Atau engkau dapat mengartikan dengan cara ini: hati mereka memikirkan kekerasan dan bibir mereka memperbincangkan kesalahan. Dari hati mereka keluar aliran kekerasan. Dan, tentunya engkau tahu, hati adalah aliran air yang memancarkan segala persoalan kehidupan. Kekerasan ada di dalam hati mereka dan kekerasan tertumpah terus. Kekerasan melawan Allah, dan kekerasan melawan Kristus; kekerasan melawan pernikahan; kekerasan melawan rumah tangga; kekerasan melwan tetangga; dan kekerasan melawan setiap orang. Kekerasan tercurah terus dalam aliran dari hati mereka. Ketika engkau mengakui kekerasan meneladani Allah dan hukum-Nya dalam rumah tangga, melawan segala hal yang suci dan sakral, melawan pernikahan dan melawan melahirkan anak, hal itu tidaklah mungkin membangun rumah. Hal inilah penaksiran hidup milik Roh Kudus. Dan Dia mengetahuinya!
Dan, kesalahan ada di dalam bibir mereka. Hal inilah segala hal yang jahat yang dikatakan mengenai — dosa. Engkau tidak pernah mendengar suatu apa pun dari mereka. Kesalahan! Mereka tidak dapat mengatakan mengenai segala sesuatu. Mereka mungkin tampaknya memperbincangkan mengenai hal-hal yang tidak merugikan. Dan kita mengatakan, ”Ah, hal itu tidaklah begitu jelek; saya tidak pernah mendengar sumpah serapah atau sesuatu seperti itu”. Roh Kudus mengatakan bahwa bibir mereka mengatakan kesalahan. Dan, dengan membiarkan seseorang yang tidak menegur kesalahan di rumahmu adalah ancaman yang tidak dapat dimaklumi untuk mendirikan rumah tangga yang kovenantal, yang Kristiani.
Akankah engkau benar-benar melakukan hal ini, jika engkau menginginkan pembangunan suatu rumah tangga kovenan di mana takut akan Tuhan ada di dalamnya? Akankah engkau mengundang seseorang untuk tinggal denganmu, di mana dia menolak untuk berdoa denganmu, yang tetap mencemooh gereja, yang menertawakan pernikahan, yang bersikap imoral dan bercabul, yang menghujat nama Allah, yang melecehkan Hari Sabat Tuhan? Akankah engkau mau bersama orang seperti itu di dalam gedung rumahmu? Ya, engkau mengerjakan hal itu. Engkau mengundang orang seperti demikian di rumahmu. Dan engkau memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengatakan segala sesuatu yang mereka ingin katakan — di hadapan anak-anakmu. Akankah engkau mengundang seorang pelacur di dalam rumahmu yang memeragakan seksualitasnya? Akankah engkau mengundang untuk hidup bersama dengan kelompok musik rock keras? Tetapi itulah yang anda sedang kerjakan ketika engkau menghidupkan televisimu.
Rumah tangga tidak dapat dibangun dengan cara demikian. Mereka yang memberikan pengaruh yang korup dan kropos, membuat hal itu tidaklah mungkin untuk membangun rumah tangga.
Apa yang diperlukan untuk membangun rumah tangga? Ayat ini mengatakan tiga hal yang dibutuhkan: pengetahuan, pemahaman, dan hikmat. Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan,dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik.
Kita harus melihat sekilas 3 persyaratan ini untuk membangun rumah tangga.
Dengan pengetahuan dimengerti sebagai pengetahuan sejati akan Allah melalui Yesus Kristus sebagaimana hal itu dinyatakan dan diberikan pada kita di dalam Kitab Suci. Cetak biru [rancangan detail suatu desain bangunan — pen.] dari rumah tangga orang Kristen ditemukan di dalam Kitab Suci. Engkau tidak memerlukan buku-buku. Engkau tidak perlu video dari lembaga pernikahan. Segala yang engkau perlukan adalah Kitab Suci. Saya bertanya-tanya mengapa orang tidak dapat berperilaku lurus. Mungkin hal itu begitu sukar dikerjakan karena hal itu membutuhkan usaha yang serius sadar untuk menjadi murid Kitab Suci. Kita selalu mencari jalan pintas, jalan yang mudah, rumusan sederhana yang akan menjamin keberhasilan dalam membangun rumah tangga. Apa yang benar-benar kita inginkan hanyalah rumusan yang akan memberikan kita keberhasilan ketika kita melanjutkan jalan-jalan kita yang egois dan iri hati itu sendiri. Tetapi Alkitab adalah cetak biru. Segala hal ada di situ, segala yang detail dan setiap waktu.
Terkadang saya terkesima mengenai pasutri muda yang menikah khususnya menurut pendapat bahwa rumah tangga bisa datang dengan sendirinya, seperti Topsy dalam Uncle Tom's Cabin — ”dia sudah menjadi gadis”. Mereka tidak harus mengerjakan sesuatu apa pun mengenai hal itu. Hal itu tidak membutuhkan usaha apa pun. Mereka dapat hidup dan mengerjakan urusan mereka dan seperti orang yang lain yang dapat membangun rumah tangga secara otomatis.
Hal itu tidak pernah dapat bekerja dengan cara itu. Usaha keras perlu untuk membangun suatu rumah tangga. Kita memiliki janji kesetiaan Allah, bahwa Dia akan mendirikan kovenan-Nya bersama kita dan dengan anak-anak kita dan menyelamatan kita dalam angkatan kita. Tetapi janji-Nya tidak bermaksud bahwa kita dapat berjalan dalam jalan ketidak-patuhan dan ketidak-setiaan. Allah melanjutkan kovenan-Nya dalam garis keturunan hanya di dalam cara pembangunan rumah secara setia. Dan hal ini membutuhkan para orangtua yang memberikan perhatian yang teliti dan terus menerus pada segala bagian yang tampaknya tidak signifikan yang berguna untuk membangun rumah tangga. Para suami harus memusatkan perhatian kepada para istri mereka; para istri harus menghidupi peranan mereka di dalam ketertundukan kepada para suami mereka. Kaum suami dan istri harus bersama-sama yakin bahwa mereka membangun sebuah pernikahan. Hal itu tidaklah terjadi secara otomatis. Mereka harus teliti terhadap hal-hal yang terperinci. Engkau harus mencium istrimu sesekali. Engkau harus memberitahukan dia bahwa engkau mengasihi dia. Engkau harus berdoa untuknya. Engkau harus berdoa untuknya. Engkau harus berbicara kepadanya. Beberapa pasutri muda yang pernikahannya dalam masalah yang dalam, tidak dapat mengerti bagi hidup mereka, mengapa pernikahan mereka dalam masalah. Maka seorang yang berbicara kepada mereka sebentar saja, dapat mengetahui bahwa mereka tidak pernah memberikan perhatian untuk membangun pernikahan dan mendirikannya di atas batu karang.
Demikian juga dengan anak-anak, suatu rumah tangga tidak dapat begitu saja terjadi. Hal itu membutuhkan perhatian yang terus menerus dan teliti, seteliti dalam cetak biru. Kitab Suci memberi tahu kita bagaimana untuk membesarkan sebuah keluarga. Tetapi perhatian sungguh-sungguh cetak biru yang diperlukan tersebut. Dan hal itu adalah Surat Perintah yang Suci.
Kata “pengertian” (Ams. 24:4) menekankan fakta bahwa pengetahuan ini, yang begitu krusial untuk membangun rumah tersebut, harus menjadi suatu pengetahuan yang memunculkan kasih bagi Allah. Orang jahat dapat membaca Alkitab juga, tetapi dia tidak mengerti hal ini dengan pengertian yang sejati dan rohani bahwa hal ini diperlukan untuk membangun rumah. Cara untuk mengerti Kitab Suci adalah berdiri di hadirat Kitab Suci sebagai anak kecil; datang kepadanya dengan rendah hati; datang kepadanya dengan kerelaan untuk bertelut dalam ketertundukan di hadiratnya; datang kepadanya dengan hasrat ketulusan untuk diarahkan pada kaki Yesus. Seorang dapat datang kepada Kitab Suci dan dapat mendengar apa yang Kitab Suci katakan; dan tetap dia dapat menanggapi: “Ya, tetapi jika saya melakukan apa yang Kitab Suci katakan, tentu hal itu adalah cara yang tepat seperti apa yang saya ingin untuk lakukan. Maka saya akan menundanya; saya akan menunda apa yang Kitab Suci katakan. Saya akan memberikan perhatian sewaktu nanti kelak”. Hal itu bukanlah pengertian. Pengertian berarti rendah hati, kerelaan seperti anak kecil untuk menaati Firman Allah apa pun harganya.
Apa itu hikmat? Allah adalah berhikmat, dan hikmat Allah dipersonifikasikan di dalam Kristus dan dinyatakan melalui-Nya. Allah memperlihatkan hikmat-Nya di dalam Kristus. Di dalam tujuan kekal dan tidak dapat berubah-Nya, Allah memilih cita-cita dan tujuan apa yang tertinggi mungkin dari segala yang Dia lakukan. Maka Dia memilih jalan yang terbaik mungkin untuk memenuhi cita-cita itu. Cita-cita itu adalah kemuliaan dari Nama-Nya sendiri melalui Yesus Kristus. Dan jalan ini menerima kemuliaan besar akan Nama-Nya sendiri, tujuan yang tertinggi mungkin, adalah cara maha-hikmat dari Kristus dan keselamatan gereja melalui Kristus. Semua sejarah yang melayani pengokohan kerajaan-Nya, yakni melalui Kristus.
Ketika Allah membawa hikmat atas umat-Nya, Dia memampukan mereka untuk melakukan seperti yang dilakukan-Nya. Kita memilih cita-cita yang tertinggi mungkin, oleh anugerah Allah, bagi hidup kita. Dan kita memilih jalan yang terbaik mungkin untuk meraih cita-cita tersebut.
Apakah cita-cita tertinggi yang mungkin yang hikmat pilih? Apakah hal itu untuk mendapatkan $200,000 (setara Rp 2,7 milliar di tahun 2016 — pen.) harga rumah dan dua mobil baru? Apakah cita-cita yang tertinggi mungkin? Engkau akan terkadang berpikir ketika engkau melihat hidup umat Allah itulah. Yah, cara terbaik untuk mencapai cita-cita itu, tentunya menjadi iri terhadap orang jahat dan mencari pertemanan mereka dan persekutuan mereka. Jika cita-citamu adalah untuk membangun rumah, engkau adalah bijaksana. Jika engkau cenderung menggunakan sarana-sarana terbaik untuk membangun rumah tangga semacam itu, engkau adalah bijaksana. Jalan untuk membangun adalah dengan mengikuti cetak biru Kitab Suci. Orang berbijaksana mengikuti cetak biru. Dengan hikmat rumah dibangun.
Orang berhikmat membuat cita-cita hidupnya dengan membangun rumah di mana kovenan Allah dengan umat-Nya direfleksikan; rumah tangga di mana Firman tersebut memerintah; rumah di mana percakapan adalah bersifat rohani; rumah di mana Kristus adalah Raja; rumah di mana orangtua dan juga anak-anak hidup dalam takut akan Tuhan. Hal ini adalah satu-satunya hal yang penting untuknya. Segala sesuatu akan sirna. Tetapi karena hikmat pada hakikatnya adalah Kristus (lihat Amsal 8), rumah tangga dibangun di atas Kristus, Sang Batu Karang. Membangun di atas Kristus, Sang Batu Karang berarti bahwa orangtua dan juga anak-anak mengenali betapa susahnya dan tidak mungkin secara manusiawi untuk membangun rumah tangga semacam itu. Karenanya, hal-hal itu harus ditemukan setiap hari di bawah kaki salib untuk mengakui dosa mereka, mencari pengampunan, dan menemukan anugerah permintaan tolong pada waktu yang dibutuhkan.
Waktu para orangtua yang bijak membangun rumah tangga yang didirikan di atas Kristus. Dan ketika badai hidup datang, sebab mereka sudah yakin, maka rumah tangga itu akan tetap teguh. Badai-badai dunia yang mengamuk dalam hawa nafsu dan percabulan menghantam rumah tangga tersebut, tetapi hal itu tidak dapat menghancurkannya. Sebuah dunia di mana segala milik duniawi seakan begitu penting dalam hidup itu, tidak dapat menghancurkannya. Di mana badai-badai masalah dan kesedihan, penderitaan dan kesukaran menyerbu rumah tangga di dalam dunia, maka rumah tangga itu tidak hancur berkeping-keping. Namun badai-badai berfungsi untuk memaksa keluarga tersebut untuk bersama-sama lebih erat. Begitulah yang dibuat rumah tangga dan mendirikan di atas Sang Batu Karang.
Rumah tangga yang demikian akan dipenuhi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik.
Pada masa Solomo, hal itu memiliki makna harta benda yang berharga dan menarik di tanah Kanaan, karena Kanaan adalah gambaran dari sorga. Allah menunjukan Israel sedikit akan gambaran seperti apa tanah yang mengalirkan susu dan madu. Ketika Israel tidak membangun rumah sedianya seperti rumah tangga kovenan, pembuangan terlaksana dan Kanaan menjadi tanah yang ditinggalkan. Dalam dispensasi baru, rujukan itu adalah Kanaan yang kaya dan bersifat sorgawi. Berkat kebahagiaan dari suatu rumah tangga kovenan bukanlah kekayaan materi atau kelimpahan harta duniawi.
Rumah tangga kovenan memiliki harta benda yang lebih agung dan bertahan selama-lamanya. Itulah sebuah rumah tangga di mana terdapat kedamaian dan ketenangan, ketulusan dan ketentraman. Itulah rumah tangga di mana perkenanan Allah ada, di mana yang terlebih penting bagi anak Allah dibandingkan apa pun juga. Itulah rumah tangga di mana Kristus dipuji dan dilayani. Itulah rumah tangga di mana permasalahan hidup dapat diatasi, suatu kubu perteduhan, pelabuhan singgah di dalam situasi bergejolak. Itulah rumah tangga di mana pengalaman keluarga, dalam hidup keluarga, kekayaan akan kovenan Allah.
Hal-hal itulah yang berharga dan kekayaan yang memuaskan, lebih disukai ketimbang harta benda duniawi.
Itulah rumah tangga yang ditemukan pada permulaan sorga, karena hal itu merefleksikan keluarga kovenan dari Allah.
Itulah rumah tangga di mana para orangtua dan anak-anak berasal, yang berangkat dari rumah tangga mereka hingga nanti di mana banyak rumah-rumah megah telah dipersiapkan Kristus bagi mereka.
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.