Prof. Herman Hanko
Seorang pembaca dari Uganda menulis, “Seorang teman bertanya kepada saya, Mengapa Kristus selalu memerintahkan kepada orang-orang yang Ia sembuhkan untuk tidak menceritakan kepada orang lain tentang siapa yang telah menyembuhkan mereka, namun kita diperintahkan untuk bersaksi mengenai Dia? Bisakah Anda tolong menjelaskan hal ini?”
Pertanyaan ini menarik karena memunculkan sebuah aspek yang penting dari mujizat-mujizat penyembuhan yang dilakukan oleh Tuhan kita.
Namun, mungkin akan berguna jika pertama-tama (dan fakta ini memiliki kaitan dengan jawaban bagi pertanyaan di atas) kita memperhatikan bahwa Yesus tidak selalu memerintahkan orang-orang yang Ia sembuhkan untuk diam dan tidak menceritakan kepada orang lain tentang apa yang telah Ia lakukan bagi mereka. Itu hanya terjadi dalam sejumlah kesempatan.
Jawaban bagi pertanyaan ini berkaitan dengan alasan mengapa Tuhan melakukan mujizat-mujizat itu. Tuhan melakukan mujizat-mujizat bukan hanya demi melakukannya – seperti, misalnya, yang dilakukan oleh kaum Pentakosta. “Mujizat-mujizat” kaum Pentakosta hanyalah mujizat-mujizat “etalase” yang tidak memiliki signifikansi atau nilai, yang dilakukan dengan cara yang arbitrer dan tanpa tujuan. Tuhan tidak melakukan mujizat dengan cara seperti itu. Mungkin ajaran yang paling jelas tentang mengapa Tuhan melakukan mujizat terdapat di dalam Yohanes 5. Yesus telah menyembuhkan seorang yang berada di kolam Betesda. Orang itu terbaring di salah satu serambi, menunggu untuk masuk ke dalam air ketika seorang malaikat datang untuk menggoncangkan air itu. (Saya bisa mengatakan secara singkat bahwa kritik tinggi menghapus Yohanes 5:3b-4 dari Kitab Suci, dan NIV dan beberapa terjemahan lain melakukan hal yang sama. Tetapi ini adalah kesalahan. Ada bukti tekstual yang kuat untuk mempertahankan teks ini, tetapi bukti tersebut terdiri dari naskah-naskah yang secara keliru ditolak oleh kritik tinggi.)
Orang itu tidak dapat masuk ke dalam air karena kelumpuhan yang dideritanya, dan orang-orang lain dapat masuk ke dalam kolam mendahului dia, dan hanya orang pertama yang masuk ke dalam air yang akan sembuh. Ada banyak orang seperti itu di kolam tersebut, tetapi Tuhan Yesus menyembuhkan hanya salah satu dari mereka. Ini sangat mencengangkan.
Orang-orang Yahudi menuduh Tuhan telah berbuat dosa, karena Ia telah menyembuhkan orang di Betesda tersebut pada hari sabat. Pembelaan Kristus bagi tindakan-Nya bukan hanya merupakan pembenaran bagi mujizat di hari Sabat tersebut, tetapi juga merupakan penjelasan mengapa Ia melakukan semua mujizat-Nya. Ini adalah penjelasan yang sangat kuat dan layak dibaca oleh semua orang yang belum memiliki pemahaman yang riil mengenai keniscayaan mujizat-mujizat.
Izinkan saya untuk menjelaskan. Tuhan telah datang ke dalam dunia untuk melakukan pekerjaan dari Bapa-Nya, yaitu untuk mendapatkan keselamatan bagi semua kaum pilihan yang telah Allah pilih sejak kekal untuk menjadi gereja-Nya (Ef. 1:4). Ketika Yesus bersaksi bahwa Kitab Suci [Perjanjian Lama] bersaksi tentang keilahian-Nya dan alasan bagi kedatangan-Nya di dalam daging, Kitab Suci belumlah lengkap pada saat itu, karena Perjanjian Baru belum ditulis. Hal berikut ini benar pada saat itu, sebagaimana juga pada saat ini: “Yang Baru tersembunyi di dalam yang Lama; yang Lama dinyatakan di dalam yang Baru.” Atau, yang mungkin lebih tepat, “Yang Baru terdapat di dalam yang Lama; yang Lama dijelaskan di dalam yang Baru.”
Karya Kristus dan Injil yang Ia beritakan tidak bisa dijelaskan dan diuji secara lengkap dan jelas oleh orang-orang yang mendengarkan Dia karena mereka tidak memiliki Kitab Suci yang lengkap. Dan dengan demikian, mujizat-mujizat diperlukan untuk menegaskan kebenaran Injil yang Kristus beritakan.
Mujizat-mujizat memberi kesaksian bagi kebenaran Injil itu, karena mujizat merupakan tanda dari kebenaran itu. Semua sakit dan penyakit adalah akibat dari dosa, tetapi setiap penyakit menunjuk kepada satu akibat yang spesifik dari dosa. Kebutaan adalah satu gambaran dari ketidakmampuan rohani kita untuk melihat kerajaan Kristus (Yoh. 3:3; 9:39-41). Kerasukan roh jahat adalah sebuah gambaran dari kuasa Iblis yang total di dalam hidup kita. Dan saya masih bisa terus memberikan contoh-contoh lain.
Menyembuhkan semua penyakit ini adalah tanda-tanda yang mengiringi pemberitaan Tuhan dan mengilustrasikan kebenaran Injil. Kristus datang untuk membebaskan kita dari kuasa Iblis dan menyembuhkan semua penyakit kita – rohani maupun jasmani (Mzm. 103:3). Ketika Kitab Suci sudah lengkap, kebutuhan akan mujizat-mujizat juga berhenti. Kitab Suci, yang sekarang sudah lengkap, bersaksi bagi kebenaran Injil.
Tetapi sebagaimana Injil diberitakan kepada audiensi yang terdiri dari kaum pilihan maupun kaum reprobat, demikian pula mujizat dilakukan bagi umat Allah yang sejati maupun bagi mereka yang tidak pernah percaya. Mujizat penyembuhan atas sepuluh penderita kusta, misalnya, menunjukkan mengapa hanya satu dari mereka yang kembali untuk memberi kemuliaan kepada Allah – dan ia adalah seorang Samaria. Ketika Yesus memberi makan 5.000 orang, walaupun ini bukan mujizat penyembuhan, itu adalah sebuah tanda bahwa Yesus adalah Roti Hidup yang sejati (Yoh. 6). Tetapi bukan semuanya adalah kaum pilihan, karena mayoritas dari mereka meninggalkan Yesus ketika Ia menolak untuk menjadi raja dunia.
Banyak orang yang tidak percaya hanya melihat Yesus sebagai pembuat mujizat dan tidak memahami bahwa Ia adalah Anak Allah, yang diutus ke dalam dunia untuk menebus gereja. Kristus tidak menginginkan orang-orang yang tidak percaya menyebarkan berita tentang mujizat yang telah Ia lakukan kepada mereka, karena deskripsi mereka tentang mujizat itu akan sepenuhnya terkonsentrasi pada mujizat itu sendiri dan bukan pada Injil, padahal mujizat itu hanyalah sebuah tanda dari Injil. Banyak orang yang tidak menaati Tuhan, seperti diberitahukan kepada kita oleh Kitab Suci, tetapi hal tersebut tidak menyangkal poin yang saya maksud.
Demikian pula kaum Pentakosta melakukan hal yang sama. Orang-orang datang untuk mujizat itu sendiri dan sama sekali bukan untuk Injil keselamatan. Mereka adalah seperti kesembilan penderita kusta yang tidak tahu bersyukur.
Kita tidak lagi membutuhkan mujizat karena kita memiliki Kitab Suci yang sudah lengkap. Dan Kitab Suci itu cukup. Orang kaya yang berada di neraka menginginkan mujizat untuk meyakinkan saudara-saudaranya tentang realitas neraka, tetapi perkataan Abraham tidak bisa ditawar-tawar untuk segala masa: “Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu.” Sekali lagi, ketika orang kaya itu membantah Abraham, kesaksian ini diulang dan dipertegas: “Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati” (Luk. 16:29-31).
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.