Tuan. Brian D. Dykstra
Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya (Maz. 8:4-5).
Dalam tafsiran mengenai Mazmur, Charles Spurgeon yang berjudul Mazmur 8 “Nyanyian Sang Astronom.” Astronomi adalah salah satu ilmu pengetahuan yang paling lama, mendahului instrumen manusia apa pun yang pernah digunakan untuk mempelajari matahari, bulan, planet dan bintang-bintang. Berdasarkan kisah sejarah, manusia telah mampu mempelajari astronomi hanya menggunakan matanya. Sekalipun tidak mampu untuk melihat luar angkasa dengan menggunakan teleskop, Daud memang melihat hal-hal itu dengan mata iman. Sekalipun kita tidak menikmati pemandangan bintang-bintang yang dapat dibandingkan dengan Michigan sebelah utara atau taman nasional di Barat, kita akan menikmati dari sejenak memandang bintang-bintang di langit.
Judul Alkitab dari Mazmur ini tidak memberikan informasi mengenai kapankah Daud menuliskannya. Apakah dia sudah menjadi raja, yang berlenggang menelusuri taman di lorong istananya? Apakah dia ada di padang belantara karena musuh-musuhnya sedang mengejar nyawanya atau di kamp tentara ketika dia bertempur dengan musuh Israel? Daud telah menghabiskan banyak tahun sebagai seorang penggembala, dan sebagai penggembala yang memperhatikan kawanan domba mereka pada waktu malam, mereka akan mengamati bintang-bintang. Apakah dia menciptakan lagu ini saat itu?
Apa pun kejadian Daud waktu menuliskan Mazmur ini, entah dia adalah raja, buronan, tentara atau penggembala rendahan, dia menyadari langit adalah milik Allah. Betapa melegakan! Manusia yang belum diregenerasikan melihat karya Allah dan dengan bangga menolak untuk melihat apa pun dari Pencipta di sana. Jika kita berhasrat untuk mempelajari apa yang Allah buat, bacalah artikel ilmiah di surat kabar atau majalah, atau bacalah buku-buku ilmu pengetahuan, yang jarang sekali menyebutkan Allah. Saat ini, bahkan jika Allah disebutkan, Dia disebutkan sebagai pedoman dari proses evolusi mengenai alam semesta. Di dalam kerendahan hati yang dihasilkan oleh iman, Daud mengakui langit adalah milik Allah karena Dia adalah Penciptanya.
Ketika kita diberitahukan langit adalah karya dari “jari-jari” Allah! Tidakkah kita menggunakan jari-jari kita untuk bekerja pada hal-hal yang kecil dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan? Tetapi langit begitu besar dan luas! Dengna menggunakan kata ”jari-jari,” kita membayangkan seorang tukang perhiasan atau tempa perak yang teliti dan terampil, bukan produk-produk yang dihasilkan oleh lengan yang berotot dari tukang tempa besi. Tidakkah kita mengharap untuk membaca lengan Allah yang perkasa menjangkau langit? Allah membebaskan Israel dari Mesir dengan tangan yang perkasa dan lengan yang teracung. Apakah hal itu membutuhkan kekuatan yang lebih besar ketimbang menentukan langit? Kapan kita tidak hanya memikirkan betapa besar dosa-dosa kita, tetapi juga betapa hal-hal itu ditiadakan oleh kesucian Allah, keselamatan kita dimungkinkan hanya karena Allah kovenan kita adalah Allah yang kuat, benar-benar kuat untuk membentuk langit dengan hanya jemari-Nya.
Pengamatan Daud akan langit menyebabkan dia kagum dengan kerendahan hati, mengapa Allah masih memikirkan manusia. Hal ini bukanlah manusia secara individual, tetapi hal ini adalah seluruh umat secara keseluruhan, yang signifikan dan tidak signifikan. Alam semesta begitu luas hingga kita benar-benar memahami sepenuhnya. Kita hanyalah makhluk yang lemah dari debu, sama dengan bumi bahkan organ-organ dalam kita serupa dengan binatang. Untuk mengilustrasikan keremehan manusia, Spurgeon menuliskan kutipan ini dalam tafsirannya, ”kami memberikan kamu hanyalah gambaran timpang dari keremehan kita yang memperbandingkan, jika kita mengatakan bahwa kemuliaan dari hutan yang meluas ini tidaklah lebih dari kejatuhan dari selembar daun, maka dari demikian kemuliaan dari alam semesta yang meluas ini juga berdampak secara keseluruhan dengan yang kita jalani ini, dan segala yang ada ini akan sirna.” Akan tetapi, Pencipta yang berkuasa ini bukan hanya memikirkan kita, Dia mengasihi kita sebagai biji mata-Nya.
Beberapa murid-murid kita akan belajar astronomi di sekolah tahun ini. Hal ini merupakan kesempatan yang menakjubkan untuk belajar mengenai kuasa dan keindahan Allah! Tahun ini, kita akan melihat beberapa ayat dari Alkitab yang berkenaan dengan astronomi pada balik dari beberapa catatan sekolah (DV). Akan tetapi, apa pun mata pelajarannya, murid-murid kita akan belajar mengenai apa yang Allah telah ciptakan dan aturkan. Mereka tidak akan diajarkan jalan untuk memuji manusia karena keaslian mereka yang menemukan hal-hal tersebut. Mereka akan mempelajari kerendahan hati di hadapan Raja pencipta dan dalam kekaguman dari kuasa yang besar dari Pencipta ini, sang Allah yang perkasa, keselamatan mereka.
Mr. Dykstra adalah anggota dari Faith Protestant Reformed Church dan seorang guru di Hope Protestant Reformed Christian School, West Michigan, USA.
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.